Bisnis.com, JAKARTA — Bank Sentral Korea Selatan atau Bank of Korea (BOK) memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan pada level 2,5% dalam rapat kebijakan Kamis (10/7/2025).
Melansir Bloomberg, langkah tersebut dilakukan seiring dengan sikap bank sentral yang memantau dampak pelonggaran kebijakan sebelumnya terhadap lonjakan harga rumah serta risiko ekonomi akibat kenaikan tarif impor dari Amerika Serikat (AS).
Keputusan mempertahankan suku bunga itu sejalan dengan proyeksi seluruh 19 ekonom yang disurvei Bloomberg. Sikap BOK mencerminkan kehati-hatian bank sentral untuk tetap menjaga kebijakan moneter akomodatif, sembari mewaspadai potensi ketidakseimbangan keuangan akibat melonjaknya harga apartemen di Seoul dan ketidakpastian kebijakan dagang AS.
Sejauh ini, BOK sudah memangkas suku bunga dua kali pada tahun ini, setelah sebelumnya melakukan dua kali pemangkasan di kuartal IV/2024. Namun, bank sentral menahan diri dari melonggarkan kebijakan lebih agresif, lantaran khawatir memicu reli harga properti seperti periode pascapandemi.
Berdasarkan data Korea Real Estate Board, harga apartemen di Seoul tercatat naik 3,5% pada paruh pertama tahun ini.
Kendati demikian, para ekonom memperkirakan pemangkasan suku bunga selanjutnya kemungkinan terjadi pada Agustus mendatang, sebelum BOK mengambil jeda lebih panjang untuk mengevaluasi langkah pelonggaran berikutnya.
Baca Juga
“Pemangkasan pada Agustus masih cukup mungkin, sebagian karena kebutuhan koordinasi kebijakan seiring ekspansi fiskal,” ujar Kong Dongrak, ekonom di Daishin Securities Co.
Nilai tukar won memangkas penguatan awalnya dan berakhir cenderung mendatar terhadap dolar AS setelah pengumuman keputusan suku bunga. Sementara itu, imbal hasil obligasi pemerintah Korea Selatan tenor 3 tahun terus turun, melemah sekitar 2 basis poin ke level 2,46%.
Keputusan BOK hari ini menandakan sikap hati-hati para anggota dewan kebijakan yang enggan melonggarkan kebijakan terlalu cepat, karena khawatir berkontribusi pada kenaikan utang rumah tangga.
Mereka juga memilih menunggu kejelasan lebih lanjut terkait risiko perdagangan global serta kebijakan pemerintah dalam mengatur pasar properti sebelum kembali memangkas suku bunga.
Salah satu tantangan terbesar ekonomi Korea Selatan saat ini adalah mengantisipasi dampak tarif impor AS. Bersama negara lain, Seoul memperoleh perpanjangan waktu negosiasi sebelum tarif impor AS terhadap produk Korea dijadwalkan naik kembali menjadi 25% mulai 1 Agustus 2025. Selain itu, tarif spesifik sektor, seperti pada produk otomotif dan baja, juga masih menjadi hambatan signifikan bagi prospek pertumbuhan.
Masih ada peluang bagi Korea Selatan untuk mencapai kesepakatan tarif yang lebih menguntungkan dengan AS guna meminimalkan potensi tekanan terhadap perekonomian.
BOK menyatakan akan terus mencermati perkembangan isu perdagangan sekaligus memantau dinamika pasar properti.
Kredit perumahan di Korea Selatan tercatat terus tumbuh dalam beberapa bulan terakhir. Pada Juni 2025, pinjaman perumahan mengalami kenaikan tertinggi dalam sembilan bulan. Selain itu, indeks ekspektasi harga rumah pada Juni juga melonjak ke level tertinggi sejak Oktober 2021, yakni saat puncak booming properti di Korea Selatan. Data BOK menunjukkan indeks ini telah meningkat selama empat bulan berturut-turut.
Merespons kondisi tersebut, pemerintah Korea Selatan menerapkan batasan baru terkait jumlah maksimum kredit pemilikan rumah (KPR) untuk pembelian properti di wilayah metropolitan Seoul. Namun, hingga kini masih menjadi pertanyaan apakah kebijakan tersebut cukup efektif menahan risiko lonjakan utang rumah tangga.
“Meski tampaknya tidak ada perbedaan pandangan terkait arah kebijakan suku bunga yang cenderung turun, pasar masih menyisakan sedikit kekhawatiran, walau kecil, bahwa fokus kuat Gubernur BOK terhadap stabilitas keuangan dan utang rumah tangga dapat menghambat laju pelonggaran kebijakan,” ujar Kong.