Bisnis.com, JAKARTA – PT Pertamina (persero) telah menyiapkan sejumlah langkah strategis dalam mengantisipasi dampak geopolitik dan pelemahan nilai tukar rupiah.
VP Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso menyatakan pasokan Bahan Bakar Minyak atau BBM untuk Indonesia saat ini dalam kondisi aman dan belum terpengaruh akibat konflik geopolitik di Timur Tengah. Dia menjelaskan pemenuhan BBM untuk dalam negeri oleh perseroan dilakukan dari kilang di dalam negeri, dan juga impor dari beberapa negara di Asia, jadi secara umum masih dalam situasi aman.
"Selain dari produksi minyak mentah dalam negeri, Pertamina mengimpor minyak mentah dari Arab Saudi, Nigeria, dan beberapa negara di Afrika," ujarnya kepada Bisnis, Sabtu (4/5/2024).
Tak hanya itu, lanjutnya, Pertamina juga telah memitigasi risiko nilai tukar rupiah yang tengah melemah di antaranya adalah dengan melakukan transaksi lindung nilai valas dan menyeimbangkan aset moneter untuk mengurangi paparan risiko nilai tukar translasi.
Selain itu Pertamina juga melakukan upaya renegoisasi terkait kewajiban dalam mata uang dollar menjadi rupiah dan melakukan pembayaran dengan menggunakan Local Currency Settlement (LCS).
"Bersamaan dengan itu, kami juga terus melakukan berbagai upaya efisiensi biaya operasional melalui cost optimization untuk menjaga kinerja keuangan," imbuhnya.
Baca Juga
Sebagai salah satu korporasi milik negara, Pertamina berharap pemerintah dapat mendukung fokus utama perseroan dalamnmenjaga ketahanan energi nasional dan juga mendukung transisi energi yang nantinya dapat mendorong percepatan program-program dekarbonisasi dan bisnis energi hijau.
Sementara itu, Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PKS, Amin Ak, mengingatkan pemerintah agar mengantisipasi dampak ekonomi dari konflik Iran vs Israel, terutama dalam hal menjaga pasokan minyak domestik.
Meskipun Indonesia tidak mengimpor minyak dari Iran, Amin, yang juga anggota Panja Energi DPR RI, menekankan bahwa pasokan minyak global dapat terpengaruh karena Iran adalah salah satu produsen minyak terbesar di dunia.
“Pemerintah harus memastikan pasokan minyak bumi untuk kebutuhan dalam negeri terjaga dengan baik,” tegasnya.
Data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menunjukkan bahwa kebutuhan minyak di Indonesia saat ini adalah 1,4 juta barel per hari, sementara produksi minyak domestik hanya sekitar 612.000 barel per hari.
Ini berarti Indonesia memerlukan impor sekitar 788.000 barel per hari. Tahun lalu, rata-rata impor hasil minyak adalah sekitar 2,16 juta ton per bulan, dan impor minyak mentah rata-rata 1,48 juta ton.
Amin memperingatkan bahwa pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, bersama dengan potensi kenaikan harga minyak dunia akibat eskalasi konflik, dapat menguras devisa Indonesia.
“Melindungi (hedging) nilai tukar rupiah terhadap dolar AS perlu dilakukan agar cadangan devisa tidak tergerus,” ujar Amin.
Selain itu, jika nilai tukar rupiah melemah dan harga minyak naik, anggaran subsidi atau kompensasi bisa meningkat. Karena itu, kenaikan harga minyak dunia dapat memberatkan APBN, karena subsidi energi akan membengkak.
Di sisi lain, pengurangan atau penghapusan subsidi energi dapat membebani masyarakat, dengan potensi efek berantai yang meningkatkan harga kebutuhan pokok.
Untuk menghadapi situasi ini, Amin menyarankan pemerintah untuk membangun rantai pasok yang lebih resilien, termasuk memastikan pasokan pangan dan energi tetap berjalan lancar. Investasi dalam sumber energi alternatif, rute baru, dan infrastruktur logistik dapat memperkuat rantai pasok global.