Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 7/2024 resmi mempermudah sejumlah impor produk pertanian.
Direktur Impor Kemendag, Arif Sulistiyo mengatakan bahwa melalui aturan terbaru itu, nantinya importir tidak lagi memerlukan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) dari Kementerian Pertanian untuk mengimpor sejumlah produk pangan.
Adapun Permendag No. 7/2024 merupakan perubahan kedua atas Permendag No. 36/2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor yang di dalamnya mengatur larangan dan pembatasan (lartas) impor.
"Kami mendapatkan masukkan dari beberapa asosiasi, mereka mengalami kesulitan mendapatkan RIPH dari Kementerian/Lembaga terkait [Kementan], maka sudah diputuskan aturan impor dikembalikan ke Permendag No. 25/2022," ujar Arif, Kamis (2/5/2024).
Di dalam Lampiran I Permendag No. 7/2024, sejumlah komoditas hortikultura, bawang putih, bawang Bombay (HS 07.03), kurma (HS 08.04), buah jeruk (HS 08.05), Anggur (HS 08.06), Melon (HS 08.07), Apel (HS 08.08).
Arif menjelaskan, dalam beleid terbaru itu, dokumen impor yang dipersyaratkan kepada importir yaitu berupa sertifikan Good Agriculture Practices (GAP) dan Statement Letter, rencana distribusi untuk importir berstatus NIB API-U, atau rencana produksi untuk importir berstatus NIB API-P.
Baca Juga
"Keputusan ini sudah disepakati di Rapat Koordinasi [rakor] tingkat menteri yang dikoordinasikan oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian," jelasnya.
Sebelumnya, impor bawang putih kerap terkendala akibat proses penerbitan RIPH di Kementan. Penerbitan rekomendasi impor bawang putih di Kementerian Pertanian disebut tidak transparan. Ombudsman melaporkan pihak Kementan tidak kooperatif dalam pemeriksaan.
Berdasarkan catatan Bisnis.com, Selasa (16/1/2024), Ombudsman membeberkan setidaknya ada empat risiko maladministrasi yang dilakukan pejabat Kementan dalam penerbitan RIPH. Hal tersebut didapatkan usai pemeriksaan yang dilakukan oleh Ombudsman.
Anggota Ombudsman, Yeka Hendra Fatika menyebutkan empat dugaan maladministrasi tersebut antara lain tidak memberikan layanan, penundaan berlarut, tidak kompeten dalam pelayanan, dan penyalahgunaan wewenang dalam penerbitan RIPH.