Bisnis.com, JAKARTA - Kebijakan pemerintah mengizinkan budidaya lobster di luar negeri dikhawatirkan berdampak negatif terhadap budidaya lobster dalam negeri.
Penasihat Himpunan Pembudidaya Ikan Laut Indonesia (Hipilindo), Effendi, menyampaikan, keputusan pemerintah yang tertuang dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.7/2024 tentang Pengelolaan Lobster, Kepiting, dan Rajungan sama saja membuka kembali keran ekspor lobster.
“Sudah pasti budidaya lobster dalam negeri pasti jalan di tempat. Sebab Indonesia kalah bersaing dengan Vietnam,” kata Effendi kepada Bisnis, Kamis (18/4/2024).
Effendi menuturkan, dari segi biaya transportasi pascapanen ke negara konsumen, Indonesia kalah dibanding Vietnam.
Pasalnya, cukup dengan Rp5.000 per kilogram, Vietnam sudah dapat mengirim lobster ke Cina melalui jalan darat.
Sementara itu, Indonesia harus merogoh kocek antara Rp75.000 hingga Rp100.000 per kilogram dengan menggunakan pesawat untuk mengirimkan lobster ke Cina.
Baca Juga
“Dengan dibukanya peluang ekspor BBL [benih bening lobster] Indonesia pasti sulit berkembang budidaya lobsternya,” ungkapnya.
Di sisi lain, hadirnya kebijakan tersebut dinilai tidak cukup untuk menghentikan kasus penyelundupan benur.
Alih-alih mengizinkan budidaya di luar negeri, dia menyarankan Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, untuk meminta dukungan Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar menginstruksikan aparat penegak hukum supaya tak ada lagi oknum-oknum yang menyelundupkan benur ke Vietnam.
“Kalau Presiden yang instruksikan kan pasti bisa saja kita harapkan bisa berhenti [penyelundupan benur], budidaya dalam negeri bisa berkembang,” ujarnya.
Di samping itu, Effendi mengharapkan agar investor yang tidak mendapatkan benur di Vietnam akan beralih melakukan budidaya di Indonesia. Dengan begitu, lanjut dia, devisa Indonesia dapat meningkat dan devisa yang diperoleh Vietnam selama ini beralih ke Indonesia.
Untuk diketahui, pemerintah melalui PermenKP No.7/2024 membuka peluang ekspor benur atau benih lobster usai sempat dilarang pada 2015 dan kemudian dibuka kembali pada 2020, sebelum akhirnya ditutup kembali.
Melalui beleid itu, Trenggono mengizinkan penangkapan benur untuk pembudidayaan. Pembudidayaan benur dapat dilakukan di dalam dan/atau di luar wilayah Indonesia.
“Pembudidayaan BBL dapat dilakukan di dalam wilayah negara Republik Indonesia dan/atau luar wilayah negara Republik Indonesia,” bunyi Pasal 3 ayat 1 beleid itu.
Budidaya benur yang dilakukan di luar wilayah Indonesia dilakukan oleh investor yang melakukan pembudidayaan benur di Indonesia dengan sejumlah ketentuan.