Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan penerimaan bea masuk sepanjang tahun berjalan mencapai Rp9,9 triliun, di tengah ramainya sorotan terhadap jastip dan pembatasan bawaan penumpang.
Dalam konferensi pers Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Senin (25/3/2024), Kemenkeu melaporkan bahwa penerimaan bea masuk pada 1 Januari—15 Maret 2024 mencapai Rp9,9 triliun.
Bea masuk yang diterima pada 1—15 Maret 2024 mencapai Rp1,9 triliun, tumbuh 0,2% dari periode yang sama tahun lalu.
Penerimaan bea masuk pada Februari 2024 mencapai Rp4,1 triliun, naik 1,2% dari Februari 2023. Perolehan itu pun naik dari bulan sebelumnya, yakni Januari 2024 senilai Rp3,9 triliun.
Meskipun demikian, perolehan bea masuk per Januari 2024 itu turun 5,8% dari posisi Januari 2023 senilai Rp4,1 triliun.
Pertumbuhan perolehan bea masuk periode 1 Januari—15 Maret 2024 didorong oleh kenaikan nilai impor sebesar 4,4% year-on-year (YoY) menjadi US$46,7 miliar, kurs rupiah yang naik menjadi Rp15.490 per dolar, dan meningkatnya penerimaan bea masuk komoditas utama, seperti beras dan bangunan prapabrikasi.
Baca Juga
"Penerimaan bea masuk tumbuh sejalan dengan pola peningkatan konsumsi masyarakat menjelang puasa dan lebaran," tertulis dalam paparan Kemenkeu, dikutip pada Rabu (27/3/2024).
Adapun, data penerimaan bea masuk itu disampaikan ketika isu pembatasan jasa titip (jastip) dan bawaan penumpang ramai diperbincangkan.
Pasalnya, penumpang yang kedapatan membawa barang dari luar negeri dalam jumlah besar atau tidak wajar dengan indikasi untuk dijual kembali, akan dikategorikan sebagai barang bukan milik pribadi dan dikenakan bea masuk maupun Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Kebijakan tersebut mendapat banyak keluhan dari masyarakat, sehingga Direktorat Jenderal Bea dan Cukai serta Kementerian Perdagangan berencana meninjau ulang Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 36/2023.
Pada konferensi pers APBN juga, Direktur Jenderal (Dirjen) Bea dan Cukai Kemenkeu Askolani membuka suara serta menegaskan bahwa penumpang dapat melaporkan barang-barang yang dibawa sebelum keberangkatan, guna mempermudah pelayanan petugas Bea Cukai.
Ketentuan tersebut telah difasilitasi dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 203/2017 tentang Ketentuan Ekspor Dan Impor Barang yang Dibawa oleh Penumpang dan Awak Sarana Pengangkut.
Askolani menyayangkan fasilitas tersebut masih minim dimanfaatkan masyarakat yang hendak bepergian ke luar negeri, sehingga terdapat banyak kasus penahanan barang bawaan di bandara.
Meski begitu, aktivitas pelaporan barang bawaan masih banyak dilakukan oleh para pelaku usaha maupun masyarakat yang hendak berkegiatan di luar negeri, seperti keperluan olahraga, pameran seni, hingga konser.
Dia melanjutkan, dengan melakukan pencatatan di Bea Cukai sebelum keberangkatan, barang-barang bawaan dalam negeri milik penumpang tidak akan dikenakan bea masuk maupun PPN, karena jelas digunakan untuk mendukung kegiatan internasional.
"Dengan mereka menyampaikan sebelum berangkat, barang apa saja yang sudah dimiliki misalkan tustel, HP, laptop, iPad. Waktu penumpang pulang, itu akan mempermudah dan mempercepat pelayanan sehingga kita menggunakan data itu bisa langsung merilis daripada kedatagan penumpang," ujar Askolani dalam Konferensi Pers APBN Kita, Senin (25/3/2024). (Chatarina Ivanka)