Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan kebutuhan gas murah dari program harga gas bumi tertentu (HGBT) sampai 2030 hanya 30% dari total produksi industri hulu migas.
Artinya, kata Agus, alokasi gas murah dari kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) relatif tersedia sampai dengan proyeksi 2030 mendatang.
“Kalau dari sisi pasokan kita hanya butuh 30%, ini proyeksi tahun 2030 ya, hanya 30% dari total produksi gas nasional,” kata Agus di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (22/3/2024).
Lewat proyeksi itu, kata Agus, tidak ada alasan untuk membatasi alokasi HGBT pada sejumlah industri yang saat ini belum menerima insentif harga gas murah tersebut.
Apalagi, dia menambahkan, penerapan HGBT selama 2020 sampai 2023 telah menghasilkan dampak lipatan ekonomi yang besar.
Menurut dia, dampak ekonomi ikutan program itu sampai 3 kali lipat untuk peningkatan investasi, ekspor sampai serapan tenaga kerja.
Baca Juga
“Kami sudah memberikan perhitungan kepada mereka [ESDM], ada multiplier effect 3 kali lipat dan total kebutuhan gas industri proyeksi tahun 2030 hanya 30%,” tuturnya.
Sebelumnya, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) melaporkan potensi penerimaan bagian negara yang hilang dari kebijakan harga gas bumi tertentu (HGBT) sepanjang 2023 mencapai lebih dari US$1 miliar atau minimal sekitar Rp15,67 triliun (asumsi kurs Rp15.667 per dolar AS).
Deputi Keuangan dan Komersialisasi SKK Migas Kurnia Chairi mengatakan, potensi hilangnya pendapatan negara itu masih hitung-hitungan awal dan perlu rekonsiliasi lanjutan.
Hilangnya pendapatan negara yang cukup besar itu dibarengi dengan pengembalian sejumlah kontrak volume dan gas ke perjanjian jual beli gas (PJBG) awal sebelum beleid HGBT terbit pertama kali lewat Kepmen ESDM No.89/2020.
“Kalau saya mencatat mungkin jumlahnya di 2023 ini bisa mencapai lebih dari US$1 miliar ada potensi penurunan penerimaan negara atau penyesuaian penerimaan negara,” kata Kurnia saat webinar, Rabu (28/2/2024).
Lewat beleid teranyar Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 91.K/MG.01/MEM/2023, HGBT tidak lagi dipatok US$6 per juta metrik british thermal unit (MMBtu). Sebagian industri saat ini mendapat penyusutan alokasi volume dan harga gas bisa di level tertinggi US$7 per MMBtu.
Secara berturut-turut, Kementerian ESDM telah mencatat pengurangan bagian negara dari program gas murah industri ini mencapai Rp29,39 triliun selama 2021 dan 2022. Bagian negara yang hilang itu turun rata-rata sebesar 46,81% selama dua periode program itu berjalan.
Kendati demikian, Kurnia menerangkan, serapan HGBT sepanjang 2023 telah naik ke level sekitar 96%. Artinya, ada peningkatan penerima insentif gas murah itu yang cukup signifikan dibandingkan penyaluran 2021 dan 2022.
Sepanjang 2021, jumlah penyerahan harian pasokan gas bumi untuk sektor industri sebesar 87,06% dari alokasi saat itu 1.241,01 BBtud, sementara penyaluran gas pada 2022 melorot ke level 81,38% dari alokasi volume sebesar 1.253,81 BBtud.
“Ada juga faktor ketidakcukupan bagian negara atau meng-kept-whole-kan bagian kontraktor, kebijakan HGBT ini berjalan di tengah-tengah 2020-2021 sebenarnya sudah ada harga awal PJBG yang disepakati,” kata Kurnia.