Bisnis.com, JAKARTA- Indonesian Packaging Federation (IPF) mengungkap penyusutan produksi kemasan pangan, khususnya produk makanan dan minuman (Mamin) akibat impor bahan baku yang turun sejak tahun 2023 lalu.
Business Development Director IPF Ariana Susanti mengatakan permintaan kemasan berbahan plastik pada momentum Ramadan dan Lebaran tahun ini pun diprediksi lebih rendah dari tahun sebelumnya.
"Sejak kuartal ketiga tahun lalu, impor bahan baku kemasan menurun 20%, otomatis produksi turun dan saat ini naiknya melambat sekali, ada naik tapi tidak seberapa," kata Ariana saat dihubungi, Senin (18/3/2024).
Produksi kemasan mamin selama ini masih ditopang bahan baku impor, terutama untuk plastik, aluminium, dan tinplate untuk kaleng. Dalam hal ini, porsi impor bahan baku mencapai 50% untuk produk pangan tersebut.
Sementara itu, permintaan kemasan yang mulai meningkat yaitu flexibel packaging (multilayer) seperti standing pouch, dan lainnya. Pertumbuhan untuk jenis kemasan tersebut cukup tinggi sehingga banyak dilirik investor.
"Kemasan ini [flexibel packaging] banyak dilirik oleh investor dan banyak pemain baru, sehingga persaingan sangat tajam," tuturnya.
Baca Juga
Di sisi lain, Ariana masih belum melihat pertumbuhan signifikan untuk seluruh produk kemasan setelah Pemilu 2024. Apalagi, kenaikan harga pangan pokok yang memengaruhi daya beli konsumen untuk produk sekunder melemah.
"Belum ada stimulus pemerintah yang dapat membantu mendongkrak kinerja industri kemasan saat ini, karena industri kemasan tumbuh seiring dengan industri penggunanya, industri mamin yang terbesar," pungkasnya.
Adapun, industri mamin diproyeksi mengalami peningkatan permintaan sebesar 30% selama momentum Ramadan dan Lebaran. Hal ini diperkirakan akan mendongkrak produksi industri.
Meskipun, dari segi input industri pengolahan nonmigas masih terkendala impor bahan baku yang turun turun menjadi US$1.087,2 juta atau turun 4,23% (month-to-month/mtm) pada Februari 2024.
Sedangkan impor barang modal mengalami kenaikan 14,20% senilai US$812,5 juta. Kedua golongan penggunaan barang ini menyangkut pada produktivitas input industri manufaktur dalam negeri.