Bisnis.com, JAKARTA -- Industri kemasan mengalami kontraksi pertumbuhan kinerja akibat melemahnya laju pertumbuhan industri makanan dan minuman (mamin) pada triwulan III/2023. Padahal 70% produk kemasan terserap oleh indsutri mamin, terkhusus produk pangan food grade.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan industri mamin mencapai 3,28% pada triwulan III/2023, lebih rendah dibandingkan kuartal sebelumnya sebesar 4,62%.
Business Development Director Indonesian Packaging Federation (IPF), Ariana Susanti mengatakan kinerja industri kemasan akan mengikuti pertumbuhan permintaan dari industri mamin.
"Kuartal ketiga ini agak turun, sedang kami kaji karena seperti ngerem industri itu, entah karena masa pemilu jadi agak turun. Kalau pemilu yang tumbuh itu industri percetakannya," kata Ariana kepada Bisnis, dikutip Minggu (12/11/2023).
Namun, dia tetap meyakini optimisme industri mamin yang menargetkan pertumbuhan 5-7% hingga akhir tahun 2023. Ariana juga menilai permintaan akan kembali bergairah jelang periode libur natal dan tahun baru.
Di samping itu, dia memproyeksi pertumbuhan industri kemasan 4-6% pada tahun 2024 mendatang yang terdongkrak perputaran uang di masa pemilu dan Ramadan.
Baca Juga
"Setelah pemilu itu ada puasa, puasa itu bisa naik, normalnya sih naik 30% [kontribusi terhadap permintaan kemasan], tetapi tahun kemarin cuma 20%," ujarnya.
Sebagai informasi, data Indonesian Packaging Federation (IPF), nilai ekonomi di industri kemasan nasional pada 2021 mencapai US$7,2 miliar dan nilainya diproyeksikan akan terus meningkat seiring dengan berlanjutnya pertumbuhan ekonomi di Tanah Air pasca pandemi Covid-19.
Laju pertumbuhan industri kemasan juga ditopang dukungan dan kebutuhan tinggi dari pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang memanfaatkan kemasan fleksibel digital.
"Yang sekarang tumbuh pesat itu flexible packaging itu banyak dipakai untuk UMKM, UMKM kan sudah pada naik kelas, go digital, tinggal bersaing di harga," pungkasnya.