Bisnis.com, JAKARTA - Industri kemasan kertas dinilai bergerak semakin mengikuti tren ekonomi sirkular dengan kemampuan penggunaan bahan daur ulang.
Purnomo Wijaya, Sekjen Asosiasi Industri Kemasan Fleksibel Indonesia (AIKFI) atau Rotokemas mengatakan pertumbuhan kebutuhan kertas dunia saat ini salah satunya ditopang oleh peralihan dari penggunaan kemasan plastik.
Kemasan kertas dinilai lebih mudah didaur ulang sehingga otomatis juga lebih ramah lingkungan. Namun, yang menjadi persoalan adalah kesiapan fasilitas daur ulang kemasan kertas berlapis plastik. Kemasan jenis tersebut biasanya digunakan pada makanan dan minuman siap saji untuk menahan rembesan air.
Menurut Purnomo, saat ini sudah banyak pelaku usaha yang mengembangkan produk kemasan kertas tahan air tanpa pelapis plastik.
"Itu yang nantinya akan dihilangkan. Kertas yang sekarang berlapis PE ke depannya hanya akan berlapis bahan bukan plastik, yang bisa langsung didaur ulang," kata Purnomo kepada Bisnis, Rabu (30/3/2022).
Sedangkan, kemasan kertas yang beredar di pasaran saat ini sebagiannya merupakan hasil daur ulang. Dia pun mengatakan, kemasan kertas berlapis plastik sebenarnya bisa didaur ulang dengan terlebih dahulu dilakukan pemisahan dan pemilahan.
Baca Juga
"Perlu dipisah dahulu antara kertas dan plastik, bukan tidak bisa, bisa dipilah," imbuhnya.
Selain itu, tantangan bagi industri kemasan kertas adalah penyediaan pulp sebagai bahan baku. Pada tahun lalu, Kementerian Perindustrian mencatat realisasi investasi perusahaan kertas terbesar dari China, Flying Dragon Paper, sebagian terhalang sulitnya mendapatkan bahan baku.
Purnomo berpendapat, dengan keunggulan kompetitif berupa sumber daya alam dan iklim tropis Indonesia, ketersediaan bahan baku pulp seharusnya tidak lagi menjadi masalah.
"Indonesia ini negara tropis dimana [penyediaan] bahan baku pulp jauh lebih cepat dibanding dengan negara-negara Eropa atau Skandinavia. Maka tentunya jumlah ketersediaan pulp juga seharusnya akan cukup," jelasnya.
Pada industri kemasan fleksibel, Purnomo memproyeksi akan ada perbaikan kondisi pasar pada tahun ini dibandingkan dengan tahun lalu yang cenderung stagnan. Dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi sekitar 5 persen, maka ekspansi industri kemasan fleksibel juga berada pada kisaran itu.
Namun, pertumbuhan industri kemasan, lanjutnya, akan sangat bergantung pada daya beli dan kinerja fast moving consumer good (FMCG).
Dihubungi terpisah, Sekretaris Jenderal Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI) Liana Brastasida mengatakan proyeksi pertumbuhan produksi hanya akan berkisar 2 persen saja tahun ini dari proyeksi realisasi 6 persen pada tahun lalu.
Pasalnya sejumlah kendala masih mengganjal kinerja industri, antara lain harga batu bara yang tinggi dan lonjakan ongkos pengapalan yang belum mereda.
"Harga freight dan container masih tinggi, perlu ada insentif dan kebijakan yang kondusif tentunya," ujarnya singkat.