Bisnis.com, JAKARTA - Indonesian Packaging Federation (IPF) menilai pemberlakuan cukai plastik tak semestinya dilakukan pada masa transisi pemerintahan 2024. Hal ini dinilai akan menekan kinerja pertumbuhan industri kemasan.
Business Development Director Indonesian Packaging Federation (IPF) Ariana Susanti mengatakan, tekanan cukai akan menjadi beban tambahan di tengah minimnya pesanan kemasan pada tahun politik kali ini.
"Mana cukai plastik mau diberlakukan 2024, sepertinya kurang pas, ya. Pasti akan turun produksi," kata Ariana kepada Bisnis, (8/12/2023).
Umumnya pada tahun politik, pesanan kemasan akan ikut terungkit. Namun, saat ini industri yang ditopang pertumbuhan industri makanan dan minuman (mamin) itu belum mendapat kenaikan permintaan.
Ariana menuturkan, sejumlah industri bahan baku kemasan, seperti plastik, kaca, kertas, papan, hingga logam pun banyak yang mengeluh kinerja terus melesu akibat pengaruh ekonomi global.
"Kalau ditinjau dari impor bahan baku, terutama plastik, ada penurunan sekitar 20%. Sebagaimana diketahui bahwa kita masih impor bahan baku plastik 50% lebih," tuturnya.
Baca Juga
Untuk diketahui, industri kemasan mengalami kontraksi pertumbuhan kinerja akibat melemahnya laju pertumbuhan industri makanan dan minuman (mamin) pada triwulan III/2023. Padahal 70% produk kemasan terserap oleh indsutri mamin, terkhusus produk pangan food grade.
Namun, Ariana tetap meyakini optimisme industri mamin yang menargetkan pertumbuhan 5-7% hingga akhir tahun 2023. Ariana juga menilai permintaan akan kembali bergairah jelang periode libur Natal dan Tahun Baru.
Di samping itu, dia memproyeksi industri kemasan tumbuh 4-6% pada 2024 yang terdongkrak perputaran uang di masa pemilu dan Ramadan.