Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) membeberkan dampak jika pemerintah jadi menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% mulai 1 Januari 2025.
Ketua Umum Apindo, Shinta W. Kamdani, mengatakan kenaikan PPN 12% akan memicu penurunan daya saing produk dalam negeri di pasar terhadap impor.
Shinta mengatakan PPN juga harus dibayar oleh perusahaan yang menggunakan atau membeli barang input produksi dari perusahaan dalam negeri.
Oleh karena itu, asosiasi melakukan sejumlah advokasi untuk mencegah penurunan daya saing dan menciptakan pertumbuhan sektor formal yang lebih baik, guna menanggulangi efek-efek negatif yang dapat terjadi.
“Kami mengadvokasikan adanya penghapusan PPN terhadap transaksi intermediary goods,” ujar Shinta kepada Bisnis, Kamis (14/3/2024).
Hal ini, lanjut Shinta, bertujuan untuk mengintensifkan pembentukan rantai pasok domestik, khususnya untuk ekspor bagi perusahaan yang belum memperoleh fasilitas kepabeanan khusus, seperti kemudahan impor tujuan ekspor (KITE).
Baca Juga
Dengan demikian, konsumen tidak perlu membayar PPN berganda dan dampak kenaikan PPN terhadap daya saing produk manufaktur lokal tetap terjaga.
Sebagaimana diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) melalui Undang-undang No.7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) akan menaikkan tarif PPN menjadi 12% selambat-lambatnya mulai 1 Januari 2025.
Ketentuan terbaru ihwal tarif PPN tercantum dalam pasal 7 Bab IV beleid tersebut, di mana tarif PPN naik 1% menjadi 11% yang telah berlaku sejak 1 April 2022.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, sebelumnya mengatakan, kenaikan tarif PPN 12% akan dilakukan oleh pemerintahan mendatang.
“Kita lihat masyarakat Indonesia sudah menjatuhkan pilihan, pilihannya keberlanjutan. Tentu kalau berkelanjutan, berbagai program yang dicanangkan pemerintah akan dilanjutkan, termasuk kebijakan PPN,” ujar Airlangga dalam media briefing akhir pekan lalu.