Bisnis.com, JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah merancang jauh-jauh hari, bahkan sejak 2021, terkait kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% yang akan berlaku selambat-lambatnya mulai 1 Januari 2025.
Ketentuan kenaikan PPN menjadi 12% tersebut tertuang dalam Undang-Undang No. 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Dalam Pasal 7 Bab IV beleid tersebut, tercantum ketentuan terbaru terkait tarif PPN. Di mana tarif PPN naik 1% menjadi sebesar 11% yang telah mulai berlaku sejak 1 April 2022.
“Tarif Pajak Pertambahan Nilai yaitu.. sebesar 12% [dua belas persen] yang mulai berlaku paling lambat pada tanggal 1 Januari 2025,” tulis huruf b ayat (1) Pasal 7 beleid tersebut, dikutip Selasa (12/3/2024).
Dalam ketentuan itu pula, Jokowi menetapkan tarif PPN sebesar 0% untuk ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, dan ekspor Jasa Kena Pajak.
Sementara dalam belied tersebut, pemerintah menetapkan bahwa tarif PPN ini dapat diubah menjadi paling rendah 5% dan paling tinggi 15%.
Baca Juga
Sebagai catatan, bahwa perubahan tarif pajak pertambahan nilai sebagaimana dimaksud di atas, diatur dengan peraturan pemerintah setelah disampaikan oleh pemerintah kepada DPR untuk dibahas dan disepakati dalam penyusunan rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Bukan tanpa sebab, Kementerian Keuangan mencatat tarif PPN 10% belum pernah berubah sejak pertama kali sistem PPN diperkenalkan di Indonesia pada 1984.
Bahkan, rasio pajak atau tax ratio Indonesia, yang menjelaskan total penerimaan perpajakan terhadap produk domestik bruto (PDB), masih tergolong rendah di antara negara-negara berkembang lain yang rata-rata mencapai 27,8%.
Pada 2021, OECD mencatat rasio pajak Indonesia sebesar 10,9% dan menjadi lima terbawah di antara 28 negara di Asia Pasifik lainnya. Kalah dari Malaysia dan Thailand yang masing-masing sebesar 11,8% dan 16,4%.
Untuk menjadi negara maju, dan mandiri, sebagaimana cita-cita Indonesia Emas 2045, Kemenkeu menekankan bahwa penerimaan pajak yang memadai menjadi syarat penting. Reformasi perpajakan melalui UU HPP diproyeksi mampu mendongkrak rasio pajak sebesar 0,8% terhadap PDB.
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu juga mencatat saat ini Indonesia belum memaksimalkan pemungutan PPN. Indonesia setidaknya baru mampu menjaring 63,58% dari total PPN yang seharusnya dapat dipungut.
Tercermin dari belanja perpajakan atau tax expenditure yang didominasi oleh fasilitas PPN hingga mencakup 65% pada 2019.
Sebelumnya diberitakan Bisnis, Pemerintah akan menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi sebesar 12%, dari yang berlaku saat ini 11%.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan bahwa implementasi dari kenaikan tarif PPN akan dilakukan oleh pemerintahan mendatang.
“Kita lihat masyarakat Indonesia sudah menjatuhkan pilihan, pilihannya keberlanjutan. Tentu kalau berkelanjutan, berbagai program yang dicanangkan pemerintah akan dilanjutkan, termasuk kebijakan PPN,” katanya dalam media briefing akhir pekan lalu.