Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

RI Negara Produsen, tapi Kok Harga Beras Mahal? Ini Sebabnya

Harga beras di dalam negeri mahal, meski Indonesia merupakan salah satu produsen beras terbesar di dunia.
Buruh mengangkut karung beras di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta. Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Buruh mengangkut karung beras di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta. Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA - Harga beras di dalam negeri mahal, meski Indonesia merupakan salah satu produsen beras terbesar di dunia. Tingginya biaya produksi dinilai menjadi salah satu penyebabnya.

Pengamat Pertanian Center of Reform on Economic (Core) Eliza Mardian mengatakan, jika ditelisik dari struktur biaya produksi padi, tenaga kerja mengambil porsi terbesar.

“Biaya untuk membayar tenaga kerja itu 48,79%, sewa lahan 25,61%, dan 9,43% itu pupuk,” kata Eliza kepada Bisnis, dikutip Selasa (5/2/2024).

Eliza menilai mekanisasi pertanian di Indonesia masih belum holistik. Untuk menanam dan memanen, Indonesia masih menggunakan tenaga kerja manusia. Padahal, saat ini ketersediaan tenaga kerja kian langka dan upahnya tinggi.

“Ini yang menyebabkan harga mahal karena ketiadaan mekanisasi dari awal hingga pascapanen,” ujarnya.

Meski pemerintah telah memberikan bantuan mesin untuk memanen, mesin tersebut cukup besar dan sulit diangkut ke tengah sawah. Dia mengatakan, mesin tersebut tidak cocok untuk karakteristik lahan di Indonesia yang sempit.

Selain itu, sempitnya rata-rata kepemilikan lahan petani telah menyebabkan inefisiensi lantaran tidak mencapai skala keekonomian. Hal inilah yang membuat produksi menjadi lebih mahal.

Di sisi lain, lanjut dia, persaingan harga sewa lahan menjadi tantangan. Eliza menuturkan, sewa lahan naik setiap tahun dan anggaran pupuk terus dikurangi sehingga petani terpaksa membeli pupuk non subsidi yang jauh lebih mahal. Akibatnya, biaya produksi kian meningkat. 

Biaya produksi yang meningkat ini memicu naiknya harga gabah dan kenaikan harga beras di dalam negeri. “Jika harga gabah nggak naik, kasian petani disuruh menanggung rugi. Makanya, ada penyesuaian harga agar petani masih ada untungnya,” jelasnya.

Eliza menilai mahalnya harga beras merupakan puncak gunung es. Jauh di dalam itu, persoalan fundamental Indonesia tak segera dibenahi. 

“Lahan dan mesin adalah modal utama petani. Ini yang justru tidak banyak dimiliki petani,” ungkapnya. 

Berdasarkan data BPS, nilai tukar petani atau NTP tercatat sebesar 120,97 pada Februari 2024. Angka tersebut meningkat 2,28% dibandingkan bulan sebelumnya. Salah satu komoditas yang memengaruhi kenaikan indeks harga yang diterima petani (It) adalah gabah. 

Adapun, harga gabah kering panen (GKP) secara bulanan meningkat sebesar 4,86% menjadi Rp7.261 per kilogram dari bulan sebelumnya Rp6.925 per kilogram.

Tingginya harga gabah telah memicu kenaikan harga beras di tingkat pedagang eceran. BPS mencatat harga beras eceran pada Februari 2024 naik 5,28% secara bulanan menjadi Rp15.157 per kilogram. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper