Dalam beleid tersebut, harga gas murah telah mengalami kenaikan menjadi di atas US$6 per MMBtu, mencabut aturan sebelumnya Kepmen ESDM No. 134/2021 yang mengacu pada Perpres 121/2020.
Pelaksanaan harga gas murah tebukti sangat efektif ketika pandemi. Yustinus menggambarkan kebijakan HGBT seperti infus untuk industri pengolahan ketika awal pandemi dan menjadi transfusi ketika dampak pandemi menyusul.
"HGBT membangun resiliensi industri pengolahan. Untuk itu, HGBT sangat dibutuhkan untuk menjaga resiliensi industri pengolahan menghadapi ketidakpastian ekonomi terdampak pergolakan geopolitik dan cuaca ekstrem," ujarnya.
Di sisi lain, Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita juga mendorong agar inisiatif pemberlakuan HGBT dapat menyasar sektor industri secara lebih luas.
Menurutnya, HGBT US$ 6 per MMBtu selama ini hanya menyasar tujuh sektor industri yang diperbolehkan untuk mendapatkan gas tersebut.
"Kalau di kantor kami sih no one left behind, semua kita usulkan. Karena pada dasarnya kan kenapa tujuh? Itu strategi di awalnya. Namun, pada dasarnya Kemenperin kan membina semua industri bukan cuma tujuh sektor saja," ujarnya kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (19/2/2024).
Adapun, tujuh sektor industri yang dimaksud adalah pupuk, petrokimia, oleochemical, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet.
Oleh sebab itu, Agus pun mendorong agar semua sektor industri bisa mendapatkan harga gas murah tersebut. Hal ini mengingat terdapat 24 subsektor industri yang juga butuh gas murah.
"Saya sih minta perluasan karena itu yang kita inginkan karena dari harga gas itu jadi kunci bagi daya saing produk industri kita," ucapnya.
Kunci bagi daya saing produk industri, kata Agus, turut terkait dengan kapasitas kebutuhan gas total industri nasional yang hanya 30% dari total output produksi gas nasional. Dia pun meyakini kebutuhan gas masih bisa dipenuhi dengan memperluas sektor yang bisa mendapatkan HGBT.
"Maka kami usulkan seluruh industri yang butuh gas itu bisa menikmati kebijakan HGBT, dan sudah kita hitung kebutuhan nasional cuma 30% dari total output dari gas nasional. Sebetulnya bisa kalau ada political will," tuturnya.
Agus juga mengatakan, selama ini Kementerian Perindustrian sudah sering menghubungi Kementerian ESDM untuk mengusulkan soal perluasan HGBT. Namun, belum ada tindak lanjut hingga saat ini.
"Sudah sering [bersurat ke Kementerian ESDM]. Kan atas nama apa keterbatasan supply misalnya, kan bisa kita lihat supply-nya seperti apa. Dari kami selalu setiap saat kami bersurat ke mereka saya minta perluasan sektor," pungkas Agus.