Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tarik-menarik Nasib Kelanjutan Harga Gas Murah Industri

Kementerian ESDM belum menyepakati permintaan Kementerian Perindustrian terkait kebijakan harga gas murah industri atau harga gas bumi tertentu setelah 2024.
Afiffah Rahmah Nurdifa,Akbar Evandio,Nyoman Ary Wahyudi
Kamis, 29 Februari 2024 | 10:00
Petugas mengawasi pipa gas PT Perusahaan Gas Negara Tbk. (PGN). Istimewa/PGN
Petugas mengawasi pipa gas PT Perusahaan Gas Negara Tbk. (PGN). Istimewa/PGN

Bisnis.com, JAKARTA - Nasib kelanjutan kebijakan harga gas murah untuk tujuh sektor industri selepas 2024 masih menanti evaluasi dari pemerintah.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan tidak ingin gegabah mengakomodasi permintaan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) yang meminta kepastian kelanjutan program harga gas bumi tertentu (HGBT). Pasalnya, kebijakan ini cukup signifikan menggerus penerimaan negara.

Kementerian ESDM pun meminta Kemenperin untuk bisa mengevaluasi realisasi pemanfaatan alokasi HGBT kepada masing-masing perusahaan penerima dalam 3 tahun terakhir sehingga dapat memberikan gambaran atas dampak atau produktivitas dari kebijakan harga gas khusus ini.

“Tentunya ada evaluasi dari teman-teman Kemenperin untuk bisa melanjutkan atau mengurangi pasokan atau menghentikan kebijakan HGBT,” kata Koordinator Penyiapan Program Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Rizal Fajar Muttaqein dalam sebuah webinar, Rabu (28/2/2024).

Merujuk pada Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No.91/2023 tentang Pengguna HGBT, kebijakan harga gas insentif dari hulu itu akan berakhir pada tahun ini. Pelaku usaha pengguna gas pun cukup was-was menantikan kepastian kelanjutan kebijakan tersebut.

Rizal menegaskan bahwa keputusan kelanjutan kebijakan HGBT akan mempertimbangkan terlebih dahulu ketersediaan bagian penerimaan negara.

“Ketika HGBT nanti diputuskan untuk diteruskan setelah 2024, tentunya memperhatikan ketersediaan bagian negara yang digunakan untuk penyesuaian harga gas,” tuturnya.

Sebelumnya, Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita telah menyurati Menteri ESDM Arifin Tasrif untuk meminta dukungan keberlanjutan HGBT setelah tahun 2024.

"Namun, periode pemanfaatan peraturan tersebut hanya sampai dengan tahun 2024. Oleh karena itu, perlu kiranya untuk dapat melanjutkan kebijakan fiskal harga gas bumi tertentu bagi sektor industri," tulis Menteri Agus.

Dia menilai kebutuhan harga gas bumi yang kompetitif dapat meningkatkan daya saing industri nasional. Dalam hal ini, kebijakan harga gas murah menjadi instrumen daya tarik investasi asing dan domestik di bidang industri dalam negeri.

"Kami memandang bahwa keberlanjutan peraturan ini memberikan multiplier effect yang besar terhadap ekonomi nasional," kata Agus.

Potensi Jumbo Penerimaan Negara Melayang

Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) melaporkan potensi penerimaan bagian negara yang hilang dari kebijakan HGBT sepanjang 2023 mencapai lebih dari US$1 miliar atau minimal sekitar Rp15,67 triliun (asumsi kurs Rp15.667 per dolar AS). 

Deputi Keuangan dan Komersialisasi SKK Migas Kurnia Chairi mengatakan, potensi hilangnya pendapatan negara itu masih hitung-hitungan awal dan perlu rekonsiliasi lanjutan. 

Hilangnya pendapatan negara yang cukup besar itu dibarengi dengan pengembalian sejumlah kontrak volume dan gas ke perjanjian jual beli gas (PJBG) awal sebelum beleid HGBT terbit pertama kali lewat Kepmen ESDM No.89/2020.

“Kalau saya mencatat mungkin jumlahnya di 2023 ini bisa mencapai lebih dari US$1 miliar ada potensi penurunan penerimaan negara atau penyesuaian penerimaan negara,” kata Kurnia.

Lewat beleid teranyar Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 91.K/MG.01/MEM/2023, HGBT tidak lagi dipatok US$6 per juta metrik british thermal unit (MMBtu). Sebagian industri saat ini mendapat penyusutan alokasi volume dan harga gas bisa di level tertinggi US$7 per MMBtu. 

Secara berturut-turut, Kementerian ESDM telah mencatat pengurangan bagian negara dari program gas murah industri ini mencapai Rp29,39 triliun selama 2021 dan 2022. Bagian negara yang hilang itu turun rata-rata sebesar 46,81% selama dua periode program itu berjalan. 

Kendati demikian, Kurnia menerangkan, serapan HGBT sepanjang 2023 telah naik ke level sekitar 96%. Artinya, ada peningkatan penerima insentif gas murah itu yang cukup signifikan dibandingkan penyaluran 2021 dan 2022. 

Sepanjang 2021, jumlah penyerahan harian pasokan gas bumi untuk sektor industri sebesar 87,06% dari alokasi saat itu 1.241,01 BBtud, sementara penyaluran gas pada 2022 melorot ke level 81,38% dari alokasi volume sebesar 1.253,81 BBtud.

“Ada juga faktor ketidakcukupan bagian negara atau meng-kept-whole-kan bagian kontraktor, kebijakan HGBT ini berjalan di tengah-tengah 2020-2021 sebenarnya sudah ada harga awal PJBG yang disepakati,” kata Kurnia.

Adapun, pemerintah merelakan pengurangan penerimaannya dari Wilayah Kerja (WK) Sebuku, Muara Bakau & WK Rapak, WK NSO dan WK Ketapang sepanjang 2021. Sementara pada 2022, pemerintah mengurangi penerimaannya untuk WK Tangguh dan WK Ketapang. 

Pengurangan penerimaan negara itu sebagai konsekuensi dari aturan kept whole contractor yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 121 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi. Pemerintah mesti memastikan tidak adanya pengurangan penerimaan kontraktor dari program HGBT. 

Was-was Pelaku Industri

Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB) menanti kepastian akan keberlanjutan kebijakan HGBT untuk industri usai transisi pemerintahan. 

Ketua Umum FIPGB Yustinus Gunawan mengatakan, pengguna gas industri khawatir kebijakan tersebut berhenti pada 2024, sebagaimana tercantum dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 91/2023 tentang Pengguna Gas Bumi Tertentu dan Harga Gas Bumi Tertentu di Bidang Industri.

"Bagi industri pengolahan, kebijakan HGBT harus dilanjutkan dan dikembalikan ke amanah Peraturan Presiden 121/2020, yaitu US$6.00/MMBtu at plant gate," kata Yustinus kepada Bisnis, Senin (19/2/2024). 

Halaman
  1. 1
  2. 2

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper