Bisnis.com, JAKARTA – Bank Dunia dan ekonom mewanti-wanti pemerintah terkait pelebaran defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) akibat keberadaan program makan siang gratis.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pun menyampaikan bahwa pemerintah telah menargetkan defisit pada 2025 sebesar 2,45% hingga 2,8%. Lebih tinggi dari target awal 2024 yang sebesar 2,29%.
Melihat kondisi ini, Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste Satu Kahkonen menyoroti pemerintah perlu menyiapkan rencana dan anggaran yang benar-benar matang dari program milik pasangan calon presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Untuk itu, Satu meminta pemerintah Indonesia dengan segala kebijakan yang ada, untuk tetap mematuhi batas atas defisit di angka maksimal 3%.
“Kami berharap Indonesia mematuhi batas defisit fiskal 3% dari PDB yang ditentukan dalam undang-undang, dan juga mempertahankan stabilitas makroekonomi dan stabilitas fiskal,” ujarnya kepada wartawan di Kantor Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, Selasa (27/2/2024).
Mengacu Undang-Undang (UU) No. 17/ 2003 tentang Keuangan Negara, defisit APBN dibatasi maksimal 3% dari produk domestik bruto (PDB). Sedangkan jumlah pinjaman pemerintah pusat dibatasi maksimal 60% dari PDB.
Baca Juga
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira turut mewanti-wanti program yang membutuhkan anggaran ratusan triliun tersebut dapat mendorong defisit lebih tinggi dari yang pemerintah targetkan.
Hal tersebut sangat mungkin terjadi apabila pemerintah tidak menerapkan realokasi anggaran dengan baik.
“Kalau angggaran program makan siang gratis tanpa realokasi anggaran signifikan, maka dikhawatirkan defisit anggaran dapat sebesar 3%-3,2% terhadap PDB,” ujarnya, Senin (26/2/2024).
Pasalnya, bila mengambil anggaran dari pos belanja lainnya, misalnya bantuan sosial, tidak menutup kemungkinan akan berdampak terhadap daya beli masyarakat atau bahkan pelemahan pertumbuhan ekonomi.
Padahal, pemerintah tengah menggenjot dan menjaga ekonomi di tengah pelemahan harga komoditas dan pelemahan ekonomi negara mitra dagang.