"Pembatasan importasi bahan baku dan bahan penolong hendaknya dapat mempertimbangkan keterbatasan kapasitas industri hulu domestik," kata Juan, dikutip Minggu (25/2/2024)
Beberapa komoditas bahan baku industri yang perlu dikecualikan dalam kebijakan tersebut yaitu garam industri, besi dan baja, ban kendaraan berat, Monoethylene Glycole (MEG), bahan baku plastik, non-woven, dan kabel serat optik.
Adapun, garam industri erat kaitannya dengan kebutuhan produksi ekspor industri kertas dan makanan minuman. Pasalnya, garam yang diproduksi di RI selama ini hanya untuk garam konsumsi.
Sebagian komoditas besi baja dan turunannya juga masih perlu diimpor untuk bahan baku/penolong serta suku cadang mesin untuk yang diperlukan dalam proses manufaktur, terutama yang tidak di produksi di dalam negeri.
Ban kendaraan berat untuk bahan penolong produksi juga tak sepenuhnya dapat dipenuhi domestik. Padahal, produk ini penting untuk pengoperasian alat berat di industri tambang, termasuk smelter.
Di sisi lain, bahan baku tekstil polyester yakni Monoethylene Glycole (MEG) juga terancam langka karena 90% produk tersebut diimpor untuk memnuhi kebutuhan 11 industri polyester dalam negeri.
Baca Juga
Menurutnya, Permendag No. 36/2023 perlu ditunda. Implementasi aturan impor terbaru itu diperlukan sistem elektronik dan aturan teknis yang memadai paling lambat setidaknya 3-6 bulan sebelum beleid tersebut dijalankan.
Juan menilai kesiapan sistem elektronik dan teknis pelaksanaan Permendag No. 36/2023 tersebut diperlukan untuk mengakomodir potensi lonjakan permohonan izin dan memberikan waktu yang memadai bagi pengusaha untuk memenuhi ketentuan peraturan tersebut. Dengan begitu, stabilitas rantai pasok dan proses produksi dalam negeri bisa terjamin.
Namun, nyatanya sistem elektronik aturan impor terbaru itu disebut baru akan beroperasi pada 10 Maret 2024. Bahkan, sebagian peraturan pendukung yang akan menjadi pedoman untuk memperoleh persetujuan teknis, kata Juan, baru akan disosialisasikan dalam waktu dekat.
"Kami mengimbau perlu adanya penambahan grace period selama 3-6 bulan, setelah sistem elektronik terkait serta seluruh peraturan tersedia dan disosialisasikan kepada seluruh stakeholder terkait," ujar Juan.
Kadin Indonesia juga meminta agar peraturan terdahulu dapat tetap berlaku untuk pengiriman dengan Bill Lading (BL) sebelum 10 Maret 2024. Bill Lading itu diperlukan untuk mengakomodir in transit shipment atau pengiriman barang impor yang sedang berada di perjalanan.
Adapun saat ini para pelaku industri tengah mengejar target produksi untuk memenuhi kebutuhan domestik maupun ekspor. Kendala dalam pemenuhan kebutuhan industri, kata dia, dapat berujung pada hilangnya peluang pangsa pasar global hingga berdampak pada kinerja ekspor yang semakin melemah.
Para pengusaha pun berharap, adanya kebijakan pengetatan pengawasan impor dari post border menjadi border tidak akan menambah biaya seperti demurrage yang berisiko melemahkan daya saing produk dalam negeri. Sebaliknya, kemudahan berusaha dan ekosistem yang mendukung peningkatan daya saing justru dianggap lebih penting diwujudkan.
"Saat ini, tantangan yang dihadapi sektor industri prioritas sudah cukup tinggi. Kendala dalam pemenuhan kebutuhan bisa berujung kehilangan peluang pasar," ucapnya.
Merespons hujan masukan dari pengusaha tersebut, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Zulhas) akhirnya buka suara.
Zulhas mengatakan, bakal membahas lebih lanjut usulan Kadin tersebut. Kendati begitu, dia belum bisa memastikan bakal mengabulkan permintaan penundaan implementasi beleid tersebut.
"Iya nanti kita diskusikan dulu, ya," ujar Zulhas saat ditemui usai menghadiri Sidang Terbuka Doktoral Eks Menteri Perindustrian Saleh Husin di Universitas Indonesia, Sabtu (24/2/2024).