Bisnis.com, JAKARTA - Pengadilan Hong Kong memerintahkan likuidasi raksasa properti China Evergrande Group pada hari Senin (29/1/2024).
Langkah ini diperkirakan besar akan menimbulkan dampak pada terhadap ekonomi China khususnya di sektor properti, yang tengah ditimpa guncangan dan berusaha pulih.
Keputusan untuk melikuidasi pengembang properti dengan utang terbesar di dunia ini dibuat oleh Hakim Hong Kong Linda Chan. Adapun total kewajiban lebih dari US$300 miliar atau sekitar Rp4.700 triliun.
Evergrande juga tercatat tidak dapat menawarkan rencana restrukturisasi yang konkret meskipun mendapatkan pelonggaran waktu selama berbulan-bulan.
"Sudah waktunya bagi pengadilan untuk mengatakan cukup," jelas sang Hakim, seperti dikutip dari Reuters, Senin (29/1/2024).
Nantinya Chan akan menyampaikan alasannya dalam mengabulkan likuidasi. Diharapkan likuidator sementara akan ditunjuk untuk mengawasi Evergrande sebelum penunjukan permanen.
Baca Juga
Direktur manajer Orient Capital Research Andrew Collier mengatakan bahwa likuidasi Evergrande adalah tanda bahwa China bersedia mengambil tindakan ekstrem untuk meredam gelembung di sektor properti.
“Ini bagus untuk perekonomian dalam jangka panjang, namun sangat sulit dalam jangka pendek,” terangnya.
Saham Evergrande diperdagangkan anjlok 20% sebelum sidang. Perdagangan saham China Evergrande dan anak perusahaannya yang terdaftar, China Evergrande New Energy Vehicle Group dan Evergrande Property Services dihentikan sementara setelah putusan tersebut.
Seperti diketahui, Evergrande yang memiliki aset sebesar US$240 miliar mengguncang sektor properti China ketika gagal membayar utangnya pada 2021. Keputusan likuidasi tersebut mungkin akan semakin mengguncang pasar modal dan properti China yang sudah rapuh.
China juga sedang berjuang dengan perekonomiannya yang berkinerja tak positif, dengan pasar properti terburuk dalam sembilan tahun terakhir dan pasar saham yang berada dalam posisi terendah dalam lima tahun terakhir.
Dengan kondisi perekonomian tersebut, setiap pukulan baru terhadap pasar dapat semakin melemahkan upaya para pengambil kebijakan untuk memulihkan pertumbuhan.