Bisnis.com, JAKARTA - Pengacara kawakan Hotman Paris bersama dengan pedangdut sekaligus pengusaha karaoke Inul Daratista, dan Ketua Umum Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Hariyadi Sukamdani menemui Luhut untuk membahas UU No.1/2022 soal pajak hiburan 40%-75% yang banyak dikeluhkan pengusaha.
Usai pertemuannya dengan Luhut, Hotman membeberkan kecurigaannya terhadap pejabat di pemerintahan yang menyusun maupun menyetujui pajak hiburan 40%-75% dan dianggap pengusaha tidak masuk akal itu. Dia mengaku telah memohon kepada Presiden Joko Widodo agar dilakukan pemeriksaan terhadap pejabat terkait.
Musababnya, menurut dia informasi dari orang dalam Istana menyebut bahwa Presiden Jokowi marah dan tidak mengetahui soal pasal dalam UU No.1/2022 yang mengatur pajak hiburan 40%-75%.
"Saya mohon kepada pak presiden agar memeriksa pejabat terkait yang dulu ikut di DPR untuk menyetujui UU ini. Kenapa tidak lapor secara detail kepada presiden karena setau saya pak Jokowi juga marah adanya pasal ini," ujar Hotman di Kantor Kemenko Marves, Jumat (26/1/2024).
Hotman mencurigai aturan kenaikan pajak hiburan menjadi 40%-75% itu sengaja didorong oleh pejabat yang berbeda haluan dengan pemerintahan saat ini. Namun, dia enggan menyebut nama pejabat yang dicurigainya.
"Anda udah tau lah, kalau UU menyangkut ini siapa, udah tau lah. Dan kebetulan sekarang rada-rada berbeda haluan lah," ucap Hotman.
Baca Juga
Lantas, dia pun memberikan salam khusus ke Menteri Keungan Sri Mulyani di depan awak media saat ditanyai bagaimana pesan-pesan dirinya untuk Menteri Keuangan terkait dengan kenaikan pajak hiburan tersebut.
"Haii," ucap Hotman dengan gaya khasnya melambaikan tangan kirinya yang dipenuhi cincin di jari-jarinya.
Dalam kesempatan itu, Hotman juga meminta agar semua kepala daerah melaksanakan ketentuan pasal 101 ayat (3) UU No.1/2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).
Adapun, dalam pasal itu pemerintah daerah berhak untuk mengeluarkan insentif fiskal berupa pengurangan, keringanan, dan pembebasan, atau penghapusan pokok pajak, pokok retribusi, dan/atau sanksinya.
Terdapat dua skema insentif fiskal yang bisa dilakukan yakni melalui permohonan dari perusahaan terkait ke kepala daerah, atau kepala daerah punya kewenangan untuk mengeluarkan kebijakan berdasarkan jabatannya.
Namun, para pengusaha sektor hiburan berharap agar skema kedua bisa dilakukan pemerintah daerah untuk mengembalikan aturan pajak hiburan seperti semula.
Menurut Hotman, ketentuan insentif fiskal itu juga disetujui dan diimbau oleh Menteri Dalam Negeri lewat Surat Edaran (SE) Nomor 900.1.13.1/403/SJ tentang Petunjuk Pelaksanaan Pajak Barang dan Jasa Tertentu atas Jasa Kesenian dan Hiburan Tertentu Berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang HKPD.
"Gubernur, walikota bupati berhak secara jabatan tanpa kami minta, kalau masih ada kesadaran ya, tidak ikuti 40% tapi balik ke tarif lama atau bahkan menghapus. Itu perintah UU. Kalau ada yang masih ragu-ragu tolong baca pasal ini. Boleh pakai tarif lama, tanpa harus kami minta," bebernya.
Sebagai informasi, pemerintah melalui UU No.1/2022 menetapkan Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) atas jasa hiburan untuk penjualan atau konsumsi barang dan jasa tertentu seperti makanan dan minuman, tenaga listrik, jasa perhotelan, jasa parkir, dan jasa kesenian dan hiburan. Tarif PBJT ditetapkan paling tinggi sebesar 10%.
Khusus tarif PBJT atas jasa hiburan pada diskotik, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap atau SPA, ditetapkan paling rendah 40% dan paling tinggi 75%.
Adapun sebelumnya, tarif pajak hiburan ditetapkan paling tinggi sebesar 35%, sedangkan untuk hiburan berupa pagelaran busana, kontes kecantikan, diskotik, karaoke, klab malam, permainan ketangkasan, panti pijat, dan mandi uap/spa, dapat ditetapkan paling tinggi sebesar 75%.
Pemerintah hanya menetapkan tarif batas atas dan tidak menetapkan tarif minimal untuk pajak hiburan pada aturan terdahulu. Aturan itu tercantum dalam Undang-undang No.28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi.