Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tunggu Putusan MK, Menparekraf Tegaskan Pengusaha Ikuti Tarif Lama

Menparekraf Sandiaga Uno menegaskan, pengusaha industri jasa kesenian dan hiburan tetap membayar tagihan pajak hiburan sesuai dengan tarif lama.
Tempat hiburan malam/Ilustrasi
Tempat hiburan malam/Ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno menegaskan bahwa pengusaha industri jasa kesenian dan hiburan tetap membayar tagihan pajak sesuai dengan tarif lama, sesuai dengan peraturan daerah masing-masing.

Hal tersebut dilakukan sembari menunggu hasil putusan judicial review terkait pajak hiburan yang diajukan sejumlah asosiasi industri jasa hiburan ke Mahkamah Konstitusi (MK). 

Sebelumnya, tarif pajak hiburan ditetapkan paling tinggi sebesar 35% dan untuk hiburan berupa pagelaran busana, kontes kecantikan, diskotik, karaoke, kelab malam, permainan ketangkasan, panti pijat, dan mandi uap/spa, tarif pajak hiburan dapat ditetapkan paling tinggi sebesar 75%. 

Artinya, pemerintah tidak menetapkan tarif minimal untuk pajak hiburan. Aturan itu tercantum dalam Undang-undang No.28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi dan besaran pajak ditetapkan oleh masing-masing daerah.

“[Besaran tarif pajak hiburan] Tergantung dari pemdanya, tapi karena ini untuk menjawab keluhan [dari pengusaha], tidak ada perubahan dari tahun sebelumnya,” jelas Sandi kepada awak media di Kantor Kemenparekraf, Senin (22/1/2024).

Pemerintah juga membuka peluang kepada kepala daerah untuk memberikan insentif fiskal, seiring dengan terbitnya Surat Edaran Nomor 900.1.13.1/403/SJ tentang Petunjuk Pelaksanaan Pajak Barang dan Jasa Tertentu atas Jasa Kesenian dan Hiburan tertentu Berdasarkan UU No.1/2022 tentang HKPD.

Melalui surat edaran ini, pemerintah memberikan keleluasaan bagi pemerintah daerah untuk memberikan potongan, pengecualian, hingga penghapusan tarif pajak. Dengan begitu, beban pajak hiburan yang dikeluhkan pengusaha dapat diatasi. 

“Per hari ini, insentif ini adalah yang dapat dilakukan oleh pemda untuk menindaklanjuti dan memberikan solusi kepada keluhan dari para pelaku industri dan jasa hiburan,” jelasnya. 

Sandi menuturkan, insentif fiskal tersebut diharapkan dapat memperkuat sektor pariwisata sehingga berdampak positif terhadap penerimaan negara dan pembiayaan pembangunan pemerintah.

Pemerintah melalui Undang-Undang No.1/2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, menetapkan tarif PBJT maksimal 10%, sedangkan khusus tarif PBJT atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa, pemerintah menetapkan tarif pajak minimal 40% dan maksimal 75%.

Kebijakan itu mendapat penolakan dari kalangan pengusaha industri jasa hiburan hingga berujung pada pengajuan judicial review ke MK. 

Ditemui terpisah, Ketua Umum Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (Gipi) Hariyadi Sukamdani menegaskan tetap mengikuti tarif pajak hiburan lama sembari menunggu hasil judicial review.

“Jadi selama kami berproses di Mahkamah Konstitusi maka pemerintahan daerah itu diharapkan untuk mengikuti tarif yang lama,” kata Ketua Umum Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (Gipi) Hariyadi Sukamdani, usai menghadiri rapat di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin (22/1/2024).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper