Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Menakar Efektivitas Spin Off Dua Bandara Tersibuk di RI

Kementerian BUMN sedang mengkaji spin off dua bandara tersibuk di RI sebagai babak baru usai pembentukan Angkasa Pura Indonesia.
Ilustrasi bandara yang dikelola PT Angkasa Pura I (AP I)./ Dok. AP I
Ilustrasi bandara yang dikelola PT Angkasa Pura I (AP I)./ Dok. AP I

Bisnis.com, JAKARTA – Pengelolaan bandara di Indonesia kini bisa disebut memasuki babak baru. Usai membentuk Angkasa Pura Indonesia, pemerintah tengah mengkaji pemisahan atau spin off sejumlah bandara tersibuk di Tanah Air.

Angkasa Pura Indonesia atau InJourney Airports yang baru saja dibentuk memiliki posisi sebagai strategic holding bagi PT Angkasa Pura I (Persero) dan PT Angkasa Pura II (Persero) yang menjadi perusahaan pengelola atau operating company dari bandara-bandara yang ada.

Adapun, bandara yang akan dilakukan spin off adalah Bandara Soekarno-Hatta Cengkareng dan Bandara I Gusti Ngurah Rai Bali. Rencana tersebut sedang digodok oleh Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo menjelaskan hal ini dilakukan untuk meningkatkan kelincahan bandara-bandara tersebut dalam berekspansi dan mencari pendanaan. Nantinya, akan dilakukan pembentukan operating company baru khusus untuk beberapa bandara di Indonesia.

“Saya sedang pikir-pikir Jakarta dan Bali dipecah menjadi opco [operating company] sendiri, supaya mereka punya CEO sendiri. Kedua bandara ini kelasnya sudah besar dan harus punya CEO-nya sendiri,” kata Tiko, Sabtu (30/12/2023).

Tiko memaparkan, pembentukan operating company yang terpisah untuk kedua bandara itu akan meningkatkan kelincahannya dalam mencari investasi atau pendanaan. Hal tersebut juga akan berdampak pada ekspansi yang semakin mudah.

Dia menjelaskan, saat ini Bandara Soekarno-Hatta sedang mencari investasi untuk renovasi terminal 1 dan 2. Namun, proses tersebut terhambat karena pandemi Covid-19 yang membuat kas AP II selaku pengelola Bandara Soekarno-Hatta terkuras habis.

Akibatnya, proses renovasi tersebut pun berjalan lamban karena minimnya pendanaan. Padahal, Tiko mengatakan, saat ini industri penerbangan sudah memasuki masa pemulihan yang positif.

“Saya kemarin bilang ke Pak Faik [Direktur Utama Angkasa Pura Indonesia Faik Fahmi], sebaiknya Jakarta dijadikan opco sendiri agar mengundang investornya gampang, bisa dikerjasamakan sehingga, jadi lebih agile,” ujar Tiko.

Tiko melanjutkan, rencananya akan ada sekitar tiga hingga empat operating company baru yang akan dibentuk oleh Kementerian BUMN. Meski demikian, Tiko tidak memerinci bandara apa saja yang akan dipisah pengelolaannya dari AP I dan AP II selain Soekarno-Hatta dan Ngurah Rai.

Secara terpisah, rencana pemisahan atau spin off perusahaan pengelola sejumlah bandara di Indonesia oleh Kementerian BUMN dinilai perlu memperhatikan sejumlah aspek.

Pemerhati penerbangan dari Jaringan Penerbangan Indonesia (Japri), Gerry Soejatman mengatakan rencana spin off untuk sejumlah bandara yang dinilai profitable memang sebaiknya dilakukan setelah terbentuknya Angkasa Pura Indonesia.

Gerry menyebut, pembentukan Angkasa Pura Indonesia sebagai subholding operator bandara ini dinilai tidak akan memiliki dampak yang begitu jelas. Justru dikhawatirkan adanya bentrokan gaya bisnis Angkasa Pura I dan Angkasa Pura II di lapangan dengan adanya penggabungan ini.

Gerry mengatakan, aksi merger ini akan berimbas negatif terhadap kompetisi antarbandara. Saat ini pemerintah membutuhkan ekspansi konektivitas melalui program kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU).

“Kalau dulu bisa ada dua penawaran dari dua operator BUMN, sekarang jadi lebih sulit,” kata Gerry saat dihubungi, Kamis (3/1/2024).

Ke depannya, Gerry menyarankan Angkasa Pura Indonesia sebaiknya memang hanya menjadi holding bandara-bandara komersil BUMN.

Selanjutnya, setiap bandara di bawahnya juga dibuat menjadi subsidiary company masing-masing dengan ijin badan usaha bandar udara (BUBU) tersendiri.

Dirinya mencontohkan skema spin off dengan strategic partnership seperti di Bandara Kualanamu. Gerry mengatakan skema spin off ini contohnya dapat diterapkan pada Bandara Soekarno-Hatta dan Bandara Ngurah Rai untuk mencari solusi dalam hal investasi dan ekspansi.

Sementara itu, bandara-bandara lain yang dinilai belum profitable dari sisi bisnis sebaiknya tetap dikelola oleh AP I dan AP II. Gerry menuturkan, hal ini perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya monopoli horizontal dan vertikal yang terlalu kuat di InJourney.

Menurut Gerry, jika bandara-bandara dan maskapai BUMN sangat terintegrasi dengan InJourney akan memunculkan risiko bisnis monopolistik InJourney pada sektor aviasi dengan unfair advantage.

“Penggabungan ini kan demi efisiensi, tetapi kalau menjadi monopolistic player yang terlalu dominan, efficiency gains tersebut akan hilang diganti dengan monopolistic protective practices yang merugikan ekonomi. Pencegahannya dengan masing-masing bandara yang bisa dimitrakan dilepas menjadi subsidiary,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Halaman
  1. 1
  2. 2
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper