Bisnis.com, JAKARTA - Pelaksana Harian Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Yukki Nugrahawan Hanafi, merespons soal total transaksi Trade Expo Indonesia (TEI) ke-38 yang mencapai US$30,5 miliar atau sekitar Rp473 triliun.
Capaian tersebut melampaui target yang ditetapkan Kementerian Perdagangan (Kemendag) yaitu US$11 miliar.
Menurut Yukki, capaian transaksi TEI 2023 terbilang sebuah prestasi di tengah situasi geopolitik yang memanas dan pesimisme permintaan ekspor dari sejumlah negara tujuan.
"Menurut saya itu [capaian TEI] patut kita apresiasi, ini kan cukup menarik," ujar Yukki saat dihubungi, Rabu (20/12/2023).
Dia optimistis, seharusnya capaian transaksi TEI pada tahun depan bisa lebih tinggi dari tahun ini. Meskipun tantangan ke depan dianggap tidak mudah seiring prediksi tren pelemahan harga sejumlah komoditas.
Namun, dia menilai Indonesia masih bisa memanfaatkan peluang untuk jenis produk yang diprediksi akan mengalami tren kenaikan harga. Dia pun berharap realisasi transaksi TEI di tahun depan bisa naik 10-15% dari capaian gelaran TEI 2023.
Baca Juga
"Kita harapkan semuanya bisa naik, batu bara bisa naik tapi juga diimbangi dengan ekspor yang lainnya. Kata kuncinya kolaborasi, pemerintah dengan seluruh stakeholder dan pelaku usaha tentunya," jelasnya.
Transaksi China Merosot
Yukki mengakui adanya penurunan transaksi yang dilakukan China pada gelaran TEI 2023. Adapun, transaksi China di TEI 2023 tercatat sebesar US$5,59 miliar berada di posisi ketiga. Di urutan pertama ada India dengan nilai transaksi sebesar US$7,58 miliar dan di urutan kedua ada Malaysia dengan transaksi US$6,32 miliar.
Nilai transaksi Negeri Tirai Bambu dalam gelaran TEI tahun ini turun hingga 47,75% dibandingkan transaksi pada TEI ke-37 tahun lalu sebesar US$10,7 miliar.
Dia menilai, fenomena itu didasari oleh pelemahan ekonomi yang terjadi China. Kendati pembelian oleh buyer China merosot, peluang menggenjot ekspor pada TEI tahun depan masih tersedia di negara-negara lainnya yang punya potensi ekonomi besar. Misalnya saja, Yukki menyebut sejumlah negara di Afrika memiliki potensi pertumbuhan ekonomi yang besar berpeluang menjadi pasar ekspor baru bagi Indonesia.
"Kita harus lakukan terobosan baru yang tidak tergantung pada satu negara. Jadi perlu ada pemerataan ekspor agar ketergantungan kita pada satu negara tidak terlampaui berlebihan atau besar, sehingga apabila ada penurunan ekonomi pada suatu negara tersebut kita masih bisa punya potensi ke negara lain," tutur Yukki.
Selain perluasan negara tujuan ekspor, Yukki juga menyoroti pentingnya menggali potensi dari diversifikasi produk. Salah satunya melalui upaya penghiliran untuk menghindari risiko harga komoditas [bahan mentah] di pasar global yang sewaktu-waktu bisa anjlok.
Adapun, nilai penjualan batu bara pada TEI ke-38 masih mendominasi, mencapai US$13,8 miliar atau sekitar 45,2% dari total keseluruhan transaksi sebesar US$30,5 miliar.
Selain batu bara, produk lainnya yang menyumbang nilai transaksi terbesar lainnya yakni chemical dan organic chemical sebesar US$3,73 miliar, produk manufaktur lainnya US$3,35 miliar, pekerja formal sebesar US$2,7 miliar dan produk elektronik sebesar US$652,62 juta.
Pelaku Usaha Kecil dan Menengah (UKM) perlu didorong untuk menciptakan produk hilir yang bernilai tambah. Di samping untuk memenuhi permintaan pasar dalam negeri yang juga tak kalah menariknya.
"Konsep hilirisasi yang dilakukan pemerintah sekarang sangat tepat. Itu juga akan memberikan nilai tambah pada sebuah penjualan agar tidak mengirim [ekspor] raw material saja," ucapnya.