Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Industri Aromatik Olefin dan Plastik (Inaplas) menilai pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) harus segera menyelesaikan masalah banjir impor produk jadi plastik sebelum masa kepemimpinannya berakhir pada 2024,
Sekjen Inaplas, Fajar Budiono, mengatakan pihaknya menantikan penerapan dari kebijakan larangan dan pembatasan impor produk plastik yang selama ini membanjiri pasar domestik. Kondisi tersebut telah membuat utilitas produksi industri hilir berada di bawah 50%.
"Pemerintah harus segera mengatur pengurangan impor, terutama di produk jadi plastik. Artinya, revisi Permendag [Peraturan Menteri Perdagangan] No.25/2021 itu harus segera direalisasikan," kata Fajar kepada Bisnis, dikutip Minggu (17/12/2023).
Sebagaimana diketahui, pemerintah sepakat memperketat arus masuk barang Impor melalui revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 25 Tahun 2022 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor dengan mengubah pengaturan tata niaga impor dari post border menjadi border.
Kebijakan tersebut berlaku untuk 8 komoditas yakni tas, elektronik, obat tradisional dan suplemen kesehatan, kosmetik, barang tekstil sudah jadi lainnya, mainan anak, alas kaki, dan pakaian jadi.
Meski hingga saat ini belum berlaku, Fajar berharap kebijakan tersebut dapat segera diterapkan dan efektif untuk mengurangi volume impor.
Baca Juga
"Kalau itu bisa efektif, artinya kami bisa terbantu, daya beli konsumen untuk produk industri lokal akan terungkit," ujarnya.
Fajar menuturkan, kondisi pasokan produk plastik saat ini melimpah dan berpotensi tidak terserap dengan banjirnya produk impor. Adapun, barang impor tersebut banyak masuk dari China, Vietnam, dan Thailand.
"Yang paling signifikan terdampak adalah di industri hilir nya yang memproduksi barang jadi, itu sudah di bawah 50%. kalau intermediate [industri antara] masih 60-70%," jelasnya.
Adapun, utilitas pabrik bahan baku di mana porsi impornya mencapai 55% saat ini utilitasnya masih di level 70%. Kapasitas produksi untuk pabrikan hulu di kisaran 2,4 juta - 2,6 juta ton untuk bahan polimer seperti Polyethylen (PE), Polyprphylene (PP), hingga Polyvinyl Chloride (PVC).