Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pemerintah Targetkan Rasio Pajak 2024 Sebesar 9,55%, Lebih Rendah dari RPJMN

Ditjen Pajak mengungkapkan indikator rasio pajak pada tahun politik 2024 di rentang 8,59% hingga 9,55% terhadap produk domestik bruto (PDB).
Karyawan berkomunikasi di kantor pusat Direktorat Jenderal Pajak di Jakarta, Senin (10/6/2019)./Bisnis-Nurul Hidayat
Karyawan berkomunikasi di kantor pusat Direktorat Jenderal Pajak di Jakarta, Senin (10/6/2019)./Bisnis-Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak mengungkapkan indikator rasio pajak pada tahun politik 2024 di rentang 8,59% hingga 9,55% terhadap produk domestik bruto (PDB).

Indikator yang dimuat dalam Laporan Tahunan DJP 2022 yang baru saja rilis pada pekan lalu, menyantumkan bahwa target tersebut naik dari target 2023 di rentang 8,59%-9,55%.

Melihat lebih lanjut, target tersebut tercatat lebih rendah dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, dengan target rasio pajak pada 2024 yang dicanangkan sebesar 10,7%-12,3%. 

Lain halnya dalam Peraturan Presiden (Perpres) No. 52/2023 tentang Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2024 yang diundangkan 6 September 2023, rasio pajak tahun depan hanya ditargetkan 10,0%-10,2%.

Dari semua target tersebut, Anggota Komisi XI DPR Misbakhun melihat tugas berat bagi pemerintah untuk mencapai target di atas 10%, tanpa adanya langkah baru dalam meningkatkan pendapatan pajak. 

“Kalau strategi masih sama, saya yakin enggak, [target itu] berat,” ujarnya kepada Bisnis, Selasa (12/12/2023).  

Pasalnya, dengan target penerimaan pajak pada 2024 di angka Rp1.988,9 triliun, implementasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) menjadi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) mundur dari 1 Januari 2024 menjadi 1 Juli 2024. 

Artinya, perluasan basis pajak yang direncanakan melalui langkah tersebut juga akan tertunda. 

Pemadanan NIK dengan NPWP pun masih belum rampung 100%. Per 7 Desember 2023, pemadanan sebanyak 59,56 juta NIK- NPWP. 

Di mana 55,76 juta dipadankan oleh sistem dan 3,80 juta dipadankan oleh WP. Jumlah pemadanan tersebut mencapai 82,52% dari total Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri. 

Penundaan itu pun sejalan dengan penerapan reformasi perpajakan melalui Coretax Administration System (CTAS) yang juga ditunda pada waktu yang sama. 

Penerimaan negara dari pajak pun berpotensi berkurang karena Sri Mulyani baru saja menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 129/2023 tentang Pemberian Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan dan telah diundangkan pada 30 November 2023.

Adapun, pengurangan PBB untuk kondisi tertentu yang ada hubungannya dengan subjek pajak, ditetapkan paling tinggi 75% dari PBB. Sementara itu, untuk pengurangan PBB karena bencana alam atau sebab lain yang luar biasa, akan diberikan paling tinggi 100% dari PBB.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper