Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kilas Balik Upaya AS Kurangi Ketergantungan dengan China

Dominasi China menjadi kekhawatiran bagi AS dan negara-negara lain. Hal ini membuat upaya meminimalisir ketergantungan dengan China dilakukan.
Bendera Amerika Serikat dan China dipasang sebelum pertemuan antara Menteri Keuangan AS Janet Yellen dan Wakil Perdana Menteri Tiongkok He Lifeng di Wisma Negara Diaoyutai di Beijing, Tiongkok, Sabtu, 8 Juli 2023./Reuters
Bendera Amerika Serikat dan China dipasang sebelum pertemuan antara Menteri Keuangan AS Janet Yellen dan Wakil Perdana Menteri Tiongkok He Lifeng di Wisma Negara Diaoyutai di Beijing, Tiongkok, Sabtu, 8 Juli 2023./Reuters

Bisnis.com, JAKARTA - Dominasi China menimbulkan kekhawatiran bagi Amerika Serikat dan negara-negara lain. Mereka menganggap bahwa hal ini menciptakan ketidakseimbangan besar, ketergantungan tidak sehat, dan merugikan daya saing mereka di sektor ekonomi rendah karbon. Kemudian, upaya pengurangan risiko terhadap China dilakukan. 

Para politisi dan pakar menggunakan istilah "pemisahan" atau "decoupling" sebagai solusi terkait permasalahan dominasi China. Para pakar berpendapat bahwa hal ini akan berdampak  pada berkurangnya ketergantungan ekonomi kedua negara secara perlahan dan stabil.

Namun, ada pendapat bahwa istilah yang lebih tepat adalah "mengurangi risiko" atau "diversifikasi." Banyak perusahaan bahkan menerapkan strategi "China Plus One" untuk diversifikasi bisnis mereka ke negara-negara lain.

Pemisahan ini dimulai ketika kepercayaan terhadap globalisasi memudar seiring dengan guncangan krisis keuangan pada 2008. Presiden China Xi Jinping juga naik pada 2012, yang berupaya menantang kepemimpinan global Amerika Serikat (AS) dan semakin memperluas jejak ekonomi China. Slogan "Make America Great Again" yang dilontarkan oleh mantan Presiden Donald Trump pada 2017 menjadi pendorong tambahan.

Trump meluncurkan perang dagang dengan tuduhan bahwa China merusak lapangan kerja di AS dan mencuri kekayaan intelektual. Langkah ini adalah bagian dari usaha untuk menyeimbangkan defisit perdagangan AS dengan China melalui penerapan tarif pada barang-barang AS. Adapun, Presiden Joe Biden kini mempertahankan hampir semua kebijakan tersebut.

Pandemi Covid-19 dan invasi Rusia ke Ukraina juga memperlihatkan rapuhnya ketergantungan perdagangan. Diversifikasi rantai pasokan industri memerlukan penyeimbangan kembali dari China, sumber barang-barang manufaktur yang dominan di dunia.

Bukan hanya Paman Sam yang mendorong dan memfasilitasi tren ini. Banyak negara yang memiliki kekhawatiran sama dengan AS, terhadap kebijakan luar negeri China yang semakin tegas dan subsidi besar-besaran untuk industri-industri strategis. Tak hanya itu, terdapat kecurigaan bahwa China terlibat dalam pencurian kekayaan intelektual secara sistematis untuk mencapai keunggulan teknologi.

Pada September 2023, kepala perundingan perdagangan Uni Eropa, yakni blok yang beranggotakan 27 negara, memperingatkan China bahwa akan lebih tegas dalam menegakkan persaingan yang sehat dan membela kepentingannya. 

Para kritikus mungkin mengecam langkah tersebut sebagai proteksionisme. Tetapi Penasihat Keamanan Nasional AS Jake Sullivan menyebut fokus baru pada kepentingan diri sendiri dan swasembada sebagai bagian dari konsensus baru.

"Dalil bahwa liberalisasi perdagangan yang mendalam akan membantu Amerika mengekspor barang, bukan pekerjaan dan kapasitas, merupakan janji yang dibuat tetapi tidak ditepati,” jelasnya dalam pidato pada April 2023. 

Langkah AS

Berbagai upaya dimulai pada masa pemerintahan Trump, dengan  AS terus mendorong perusahaan-perusahaan untuk memindahkan sebagian rantai pasok dari China, mendirikan produksi baru, atau memperluas ke lokasi lain seperti Asia, Eropa Timur, atau Meksiko.

Kemudian, rencana Biden senilai US$370 miliar untuk mendukung bisnis yang memimpin transisi ke ekonomi rendah karbon, bertujuan untuk merangsang manufaktur dalam negeri dan mengurangi kekuatan pasar China atas bahan baku kunci untuk motor listrik dan baterai. Contohnya seperti lithium, kobalt, nikel, dan magnesium.

Undang-Undang CHIPS dan Sains sebesar US$50 miliar juga bertujuan melakukan sesuatu yang mirip dengan perakitan ulang peralatan berteknologi tinggi, seperti semikonduktor, dan termasuk aturan baru yang membatasi akses China terhadap peralatan tersebut.

Uni Eropa, tak ingin tertinggal, mengumumkan penyelidikan terhadap subsidi negara terhadap mobil listrik China. Pada September 2023, Uni Eropa mengumumkan penyelidikan subsidi negara terhadap mobil listrik buatan China. AS juga memberlakukan tarif sebesar 27,5% pada mobil listrik China, dan Uni Eropa dapat mengikuti jejak yang sama.

Meski perdagangan AS-China mencapai rekor pada 2022, nilai pangsa China dalam total impor AS mengalami penurunan akibat tarif dan kontrol ekspor Paman Sam, serta upaya perusahaan untuk mengurangi ketergantungan mereka terhadap China. 

China sebelumnya juga menjadi mitra perdagangan terbesar Uni Eropa pada 2020. Kemudian, dua tahun setelahnya, AS kembali merebut posisi China tersebut. 

Namun angka perdagangan bilateral tidak menangkap gambaran penuh lantaran beberapa jalur perdagangan ditutup dan muncul yang baru. Misalnya, perusahaan China mungkin membuka usaha di Vietnam, Maroko, atau Meksiko untuk mengekspor produk mereka. 

Apakah Langkah Pemisahan Ekonomi AS-China Dinilai Baik?

Menteri Keuangan AS Janet Yellen, dalam pidatonya pada 2 November 2023, menuturkan bahwa pemisahan penuh negara-negara perekonomian terbesar di dunia akan menimbulkan dampak global negatif yang signifikan, dan tidak tertarik dengan dunia yang terpecah belah dan dampak buruknya.

Dalam upayanya membujuk negara-negara Asia, Yellen menekankan bahwa pendekatan AS terhadap China tidak akan mengakibatkan perpecahan ekonomi global yang menjadi 'bencana;,  yang memaksa untuk memihak pada salah satu pihak. 

Menurutnya, pemisahan penuh antara ekonomi AS dan China "sama sekali tidak praktis". Hal ini dikarenakan kompleksitas rantai pasokan Asia dan hubungan ekonomi yang mendalam di kawasan Indo-Pasifik dengan China.

Baru-baru ini Biden juga mengatakan bahwa AS tertarik untuk membantu perekonomian China yang sedang mengalami kesulitan, namun bukan dengan mengorbankan kekayaan intelektual Amerika Serikat (AS). 

Biden juga mengatakan bahwa AS tidak berusaha memisahkan diri dari China, namun sebaliknya berharap perundingannya dengan Xi dapat menghasilkan peluang untuk menormalkan hubungan, sebagaimana seseorang mengangkat telepon dan berbicara satu sama lain. 

Meskipun demikian, dalam beberapa bulan terakhir, Biden juga kerap mengkritik China, menyebut perekonomian Negeri Tirai Bambu sebagai bom waktu dan mencatat penurunan PDB serta populasi yang menua.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper