Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kinerja Perdagangan RI-China di Tengah Awan Perlambatan Ekonomi Negeri Tirai Bambu

Nilai ekspor-impor Indonesia dari dan ke China mengalami peningkatan pada Oktober 2023, meskipun Negeri Tidai Bambu tersebut dibayangi oleh perlambatan ekonomi.
Annasa Rizki Kamalina,Aprianto Cahyo Nugroho
Kamis, 16 November 2023 | 08:00
Pejalan kaki melintasi toko-toko di Guangzhou, China, Jumat, (11/8/ 2023). Bloomberg/qilai Shen
Pejalan kaki melintasi toko-toko di Guangzhou, China, Jumat, (11/8/ 2023). Bloomberg/qilai Shen

Bisnis.com, JAKARTA — Kinerja Perdagangan Indonesia dengan China pada Oktober 2023 mulai mencatatkan pertumbuhan yang positif, setelah pada dua bulan sebelumnya ekspor dan impor tumbuh negatif.

Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Pudji Ismartini menyampaikan bahwa per Oktober 2023, China masih menjadi pangsa ekspor dan impor terbesar bagi Indonesia.

Ekspor ke China per Oktober 2023 tercatat mencapai US$5,78 miliar. Nilai tersebut naik sebesar 11,96% secara month-to-month (mtm), namun terkontraksi -6,85% secara tahunan atau year-on-year (yoy).

Kinerja ekspor ke China dengan pangsa pasar sebesar 27,83% tersebut utamanya didorong peningkatan nilai ekspor bahan bakar mineral, besi baja, serta lemak dan minyak hewani/nabati. Di mana ketiga komoditas tersebut merupakan komoditas unggulan Indonesia.

Sementara dari sisi impor, BPS mebukukan nilai impor nonmigas dengan China sejumlah US$5,35 miliar. Kinerja perdagangan ini positif baik secara bulanan maupun tahunan, yang masing-masing tumbuh 8,09% (mtm) dan 2,93% (yoy).

“China masih menjadi negara utama asal impor nonmigas Indonesia dengan kontribusi mencapai 34,62%,” ujar Pudji, Rabu (15/11/2023).

Meski demikian, China tidak tercatat sebagai tiga negara penyumbang surplus neraca perdagangan terbesar pada Oktober 2023. India, Amerika Serikat, dan Filipina yang justru menduduki posisi tersebut.

Di sisi lain, BPS juga menyoroti bahwa ekonomi mitra dagang utama, yaitu China, tetap tumbuh positif secara tahunan, meskipun melambat pada kuartal III/2023.

Kenaikan kinerja perdagangan Indonesia-China ini terjadi di saat ekonomi China kembali mengalami deflasi pada Oktober 2023.

Biro Statistik Nasional (NBS) China melaporkan indeks harga konsumen atau inflasi China turun 0,2% pada Oktober 2023 setelah berada di dekat nol dalam dua bulan sebelumnya. Hal itu berbeda tipis dibandingkan dengan perkiraan penurunan 0,1% dalam survei yang dilakukan oleh Bloomberg.

Sementara itu, indeks harga produsen turun selama 13 bulan berturut-turut, atau anjlok 2,6% dibandingkan dengan perkiraan penurunan 2,7%. Biaya konsumen sangat lemah tahun ini.

Indeks harga konsumen China tergelincir ke dalam deflasi pada Juli 2023. Ekonomi China tertatih-tatih dan berada di tepi pertumbuhan negatif tahun ke tahun.

Meskipun bank sentral China atau People's Bank of China (PoBC) mengatakan pada Agustus 2023 bahwa harga-harga akan pulih dari masa sulit di musim panas, data terbaru menunjukkan bahwa penilaian tersebut terlalu optimis.

"Memerangi disinflasi yang terus-menerus di tengah lemahnya permintaan tetap menjadi tantangan bagi para pembuat kebijakan China," kata Bruce Pang, kepala ekonom untuk RRT di Jones Lang LaSalle Ltd dikutip dari Bloomberg, Kamis (9/11/2023).

Sektor properti China yang terus dilanda krisis membayangi pemulihan ekonomi negara ini, meskipun data terbaru menunjukkan produksi industri dan pertumbuhan penjualan ritel melampaui ekspektasi pada Oktober 2023.

NBS mencatat produksi industri China tumbuh 4,6% yoy pada Oktober 2023, naik dari 4,5% yoy pada September 2023. Sementara itu, penjualan ritel juga naik 7,6% pada Oktober 2023, didorong peningkatan pada pertumbuhan penjualan mobil dan restoran.

Analis cenderung memberikan pandangan hati-hati terhadap data ekonomi China terbaru tersebut dan mencatat bahwa sektor properti tetap menjadi mata rantai yang lemah bagi perekonomian. Kurangnya reformasi besar menjadi hambatan lain untuk kebangkitan pertumbuhan jangka panjang yang berkelanjutan.

"Karena dampak liburan dan efek dasar yang rendah pada tahun 2022, angka yoy tidak dapat mencerminkan momentum ekonomi yang sebenarnya," kata analis senior China di ANZ, Xing Zhaopeng, seperti dikutip Reuters.

Dia mengatakan angka mom menunjukkan momentum ekonomi semakin melemah dengan meningkatnya risiko deflasi.

Ekonom China di Oxford Economics Louise Loo mengatakan pelemahan permintaan eksternal yang berkepanjangan dapat menghambat produksi industri meskipun menguat bulan lalu karena tekanan pengurangan stok semakin berkurang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper