Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) turut menyoroti lambannya perkembangan lelang proyek pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) yang saat ini dikerjakan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (Dirjen EBTKE) Kementerian ESDM Yudo Dwinanda Priaadi mengatakan, lambannya pelelangan proyek PLTS itu disebabkan karena letak proyek yang terpencil.
“Coba tanya ke PLN deh, tapi intinya kita bicara tempat yang terpencil, pasokan yang harus stabil,” kata Yudo saat ditemui selepas Pameran Hari Listrik Nasional ke-78 di ICE BSD City, Selasa (14/11/2023).
Selain itu, Yudo menambahkan, proyek PLTS lelang itu juga masih berhadapan dengan persoalan tarif yang sulit untuk sampai sepakat dengan pengembang.
Seperti diberitakan sebelumnya, PLN membuka Program Hijaunesia 2023 untuk menjaring mitra strategis guna pengembangan sejumlah proyek PLTS.
Beberapa proyek itu, di antaranya PLTS Banyuwangi, PLTS Pasuruan, PLTS Terapung Gajah Mungkur, PLTS Terapung Kedung Ombo, dan PLTS Terapung Jatigede yang masing-masing berkapasitas 100 MW.
Baca Juga
Selain itu, PLN turut melelang program dedieselisasi tahap 1 yang bakal menyasar 94 lokasi, terbagi ke dalam dua klaster, wilayah barat dan timur Indonesia.
Rencananya, pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) yang masuk ke dalam program ini akan digantikan oleh panel surya dengan potensi 200 megawatt (MW). Di sisi lain, terdapat potensi investasi tambahan pada battery energy storage systems (BESS) sebesar 350 MWh pada tahap awal tersebut.
Selanjutnya, potensi pengembangan tambahan untuk tahap dua dan tiga mencapai 800 MWp panel surya. Adapun, hak pengelolaan diberikan selama 20 tahun sejak commercial operation date atau COD.
“Dan untuk itu klaster 1 itu ada 48 lokasi, klaster 2 ada 46 lokasi dengan total megawattnya 200, ada BESS sebesar 350 MWh,” kata Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo saat rapat dengar pendapat Panja Transisi Energi Komisi VI di DPR, Jakarta, Senin (2/10/2023).
Sementara itu, Kementerian ESDM juga tengah mengkaji opsi tarif listrik gabungan atau hybrid untuk program konversi PLTD menjadi berbasis energi baru terbarukan (EBT).
“Sekarang ini lagi kita kaji kalau barangkali digabungkan hybrid lebih dari satu jenis pembangkit di satu tempat, misalnya PLTS dengan tetap menggunakan diesel untuk backup, apakah nanti ujungnya kita mau mengeluarkan satu tarif khusus seperti ini melihat perkembangannya tergantung tipologinya,” kata Dirjen EBTKE Kementerian ESDM Yudo Dwinanda Priaadio saat ditemui di Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (5/10/2023).