Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batubara Irwandy Arif mengatakan peluang itu terbilang besar untuk perusahaan yang ingin melakukan kegiatan penambangan nikel di Indonesia.
"Jadi sebenarnya umur [nikel] dan jumlah cadangan dan sumber daya akan bertambah kalau tingkat eksplorasi ini kita giatkan. Nah, tentu diperlukan investasi yang tidak sedikit. Ini yang perlu diupayakan," kata Irwandy seperti dikutip dari siaran pers, Kamis (19/10/2023).
Cadangan komoditas nikel di Indonesia mencapai 23% cadangan di dunia, menjadi yang terbesar. Total, Indonesia memiliki sumber daya nikel mencapai 17,7 miliar ton bijih dan 177,8 juta ton logam, dengan jumlah cadangan 5,2 miliar ton bijih dan 57 juta ton logam.
Selain itu, terdapat beberapa wilayah yang memiliki kandungan nikel, tetapi belum dieksplorasi (greenfield) yang tersebar di Provinsi Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat.
Irwandy mengatakan untuk produksi nikel kelas 2, seperti nikel pig iron (NPI) dan feronikel itu umurnya diperkirakan sekitar 6 sampai 11 tahun, tetapi kalau baterai nikel kelas 1, umurnya masih berkisar antara 25 sampai 112 tahun.
Berdasarkan booklet Tambang Nikel 2020, peta sebaran lokasi sumber daya dan cadangan nikel di luar wilayah IUP/KK nikel di Pulau Sulawesi pada 2020, menunjukkan Sulawesi Tenggara 77% wilayah potensi pembawa mineralisasi belum ada WIUP dengan potensi cadangan 2,6 milyar ton.
Baca Juga
Sementara Maluku, 43% wilayah potensi pembawa mineralisasi belum ada WIUP dan cadangan 1,4 miliar ton, sedangkan untuk Papua data potensi investasi lebih menarik lagi, potensi cadangan 0,06 miliar ton dengan wilayah potensi pembawa mineralisasi belum ada WIUP sebesar 98%.
Melihat wilayah - wilayah greenfield nikel yang masih luas dan menjanjikan dengan potensi cadangan yang besar dan peluang industri hilir nikel yang masih dibutuhkan tersebut, Indonesia adalah pilihan yang menarik untuk dilakukan pengembangan investasi pada sektor pertambangan nikel.
Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan Indonesia mempunyai potensi yang besar sebagai pemain utama dunia dalam industri baterai kendaraan listrik karena mempunyai bahan komponen baterai, yaitu nikel, bauksit, tembaga, hingga mangan.
Namun demikian, Indonesia masih perlu mengembangkan rantai nilai industri baterai. Hal ini lantaran belum terbangunnya sejumlah industri rantai nilai baterai di dalam negeri.
“Masih ada beberapa industri yang belum tersedia seperti smelting/refining mineral, produksi komponen sel, produksi sel baterai, perakitan baterai, dan mineral-mineral lain yang dibutuhkan antara lain lithium, graphite, dan cobalt,” ujarnya dalam acara Indonesia Mining Summit di Bali, Selasa (10/10/2023).
Selain itu, Arifin meyampaikan perlu adanya pengembangan teknologi daur ulang mineral (mineral recycling). Hal ini meliputi recovering dan reusing mineral-mineral dari produk-produk yang sudah habis masa pakainya seperti baterai, elektronik, dan magnet.