Bisnis.com, JAKARTA — Lembaga pelaporan energi dan harga komoditas global Argus berkolaborasi dengan PT Indeks Komoditas Indonesia (PT IKI) meluncurkan harga acuan nikel kelas dua dan produk setengah jadi sebagai bagian dari Indeks Nikel Indonesia (INI).
“Setelah menjalin hubungan erat dengan para pelaku pasar, kami senang dapat bermitra dengan PT IKI untuk menghadirkan transparansi yang lebih besar pada pasar nikel global dan mengatasi perbedaan yang semakin meningkat antara harga nikel kelas I dan II,” kata Chairman dan Chief Executive Argus Media Adrian Binks seperti dikutip dari siaran pers, Rabu (1/11/2023).
Adrian mengatakan, Indeks Nikel Indonesia yang disusun bakal mencerminkan masukan dari pembeli dan penjual fisik dari pasar nikel yang ditopang oleh metodologi dan transparansi Argus.
“INI kami yang baru didukung oleh metodologi penilaian kami yang kuat dan transparan,” kata dia.
Seperti diketahui, sebagian besar produksi Indonesia adalah nikel kelas II, seperti feronikel dan nikel pig iron, atau produk antara nikel yang biasanya dimasukkan ke dalam rantai pasokan baterai.
Nikel kelas II kini menyumbang sebagian besar produksi nikel global dan pangsanya terus tumbuh pesat. Dalam beberapa tahun terakhir, harganya telah terputus dari nikel kelas I dengan kemurnian tinggi melebihi 99,8% digunakan untuk penyelesaian nikel yang diperdagangkan di bursa. Dampaknya adalah meningkatnya permintaan akan referensi harga independen untuk nikel kelas II.
Baca Juga
“Kami sangat senang dapat memperluas kemitraan jangka panjang kami dengan Argus untuk memberikan penilaian baru kepada para pelaku pasar nikel kelas II yang mencerminkan permintaan dan pasokan spesifik pasar yang berbeda,” kata Maydin Sipayung, Chief Executive PT IKI.
Rencananya, harga acuan Indeks Nikel Indonesia akan terdiri atas penilaian harga langsung mingguan untuk nickel pig iron, nickel matte, dan mixed hydroxide precipitate (MHP) berdasarkan free on board (FoB) Indonesia yang mencerminkan likuiditas pasar saat ini.
Nantinya, ketiga harga INI akan dipublikasikan sebagai rata-rata penilaian independen masing-masing produk oleh Argus dan PT IKI.
Penilaian didasarkan pada transaksi, penawaran dan penawaran di pasar spot untuk memastikan bahwa semuanya merupakan representasi nilai pasar wajar yang akurat dan kuat.
Seperti diberitakan sebelumnya, pemerintah menargetkan dapat menyelesaikan pembentukan indeks harga nikel Indonesia sebagai acuan perdagangan nikel yang berasal dari dalam negeri.
Indeks ini rencananya bakal mengatur secara spesifik soal harga acuan nikel kelas dua atau kadar tinggi yang selama ini mayoritas telah diproduksi di dalam negeri.
“Akhir tahun ini paling tidak indeksnya jadi lah, kita lagi minta proposalnya dari masing-masing indeks provider ya,” kata Deputi Bidang Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves Septian Hario Seto saat ditemui di Jakarta, Selasa (30/5/2023).
Lewat indeks itu, Seto mengatakan, pemerintah bersama dengan pelaku usaha di dalam negeri bakal memiliki harga acuan tersendiri di luar London Metal Exchange (LME) yang selama ini jadi rujukan harga domestik.
Seperti diketahui, LME lebih banyak berisikan indeks untuk nikel kelas satu. Padahal, kata dia, Indonesia saat ini lebih banyak memproduksi turunan nikel kelas dua seperti NPI, FeNi, hingga stainless steel.
“Indeks Indonesia ini nikel kelas dua kan banyak. Kalau LME itu kelas satu, saya kira akan lebih transparan untuk perdagangannya, ini akan jadi perbandingan juga terkait dengan perpajakannya kan bisa kelihatan nanti,” tuturnya.
Adapun, rencana pembentukan harga indeks mineral logam sudah dari tahun lalu menjadi perhatian holding BUMN tambang MIND ID. Alasannya, holding tambang perusahaan pelat merah itu ingin sejumlah mineral strategis yang jadi andalan Indonesia dapat lepas dari spekulasi harga di bursa berjangka dunia seperti LME.