Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah Indonesia kembali mengandalkan China untuk menggarap proyek Kereta Cepat Jakarta-Surabaya. Padahal, sebulan yang lalu argo cicilan utang Kereta Cepat Jakarta-Bandung dengan nilai total Rp78,31 triliun mulai berjalan.
Seperti diketahui, proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung menelan investasi jumbo hingga US$7,2 miliar atau setara Rp114,6 triliun. Nilai investasi tersebut sebelumnya telah mengalami pembengkakan biaya (cost overrun) sebesar US$1,2 miliar (Rp19,1 triliun) dari target awal biaya proyek sebesar US$6 miliar (Rp95,5 triliun).
Indonesia mendapatkan pinjaman dari China Development Bank (CBD) untuk proyek tersebut sekitar 75% atau sekitar Rp66,85 triliun.
Adapun, 60% dari pembengkakan biaya atau sekitar US$720 juta (Rp11,46 triliun) akan dibayarkan oleh konsorsium dari Indonesia, sementara 40% sisanya atau sekitar US$480 juta (Rp7,64 triliun) ditanggung oleh konsorsium China.
Total nilai utang pihak Indonesia dalam proyek Kereta Cepat WHOOSH itu mencapai Rp78,31 triliun. Nantinya, utang tersebut akan dicicil selama 30 tahun dengan bunga yang masih dinegosiasikan dengan China hingga di bawah 4%.
Baca Juga
Jika menilik ke belakang, selain biaya pembangunan yang membengkak, nilai investasi dari China ternyata lebih mahal dari apa yang ditawarkan oleh Jepang pada 2015.
Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung sebenarnya pertama kali diajukan oleh Jepang. Nilai investasi yang ditawarkan saat itu mencapai US$6,2 miliar. Skemanya, 75% akan dibiayai oleh Jepang dari pinjaman bertenor 40 tahun dan bunga 0,1% per tahun.
Proposal pembangunan kereta cepat dari Jepang diajukan saat itu ke pemerintah Presiden Joko Widodo melalui Japan International Cooperation Agency (JICA).
Namun, di tengah proses lobi dengan Jepang, tiba-tiba China muncul dan melakukan studi kelayakan untuk proyek yang sama. Hal itu juga mendapat sambutan baik dari Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) kala itu, Rini Soemarno.
China menawarkan nilai investasi yang lebih murah dan siap menggarap dengan skema business to business tanpa perlu jaminan dari pemerintah. Berbeda dengan Jepang yang tidak mau jika tanpa jaminan dari pemerintah.
Kali ini, China berhasil menangkap proyek Kereta Cepat Jakarta Surabaya tanpa adanya pesaing dari Jepang atau negara lain.
Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo menjelaskan, masuknya China untuk menggarap perpanjangan kereta cepat dipastikan setelah adanya penandatanganan kesepakatan antara China dan Indonesia belum lama ini.
"Ini baru mulai membuat studinya. Kemarin kita dari China menandatangani kesepakatan untuk melakukan joint study dengan China Railway," jelas pria yang akrab disapa Tiko saat Konferensi Pers Aquabike di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Jakarta pada Selasa (31/10/2023).
Knedati demikian, Tiko enggan menyebutkan nilai investasi untuk perpanjangan proyek kereta cepat tersebut. Dia juga tidak menyebut secara terperinci terkait besaran bunga yang disepakati untuk pengerjaan proyek ini.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan menyebut China telah menawarkan bunga pinjaman yang jauh lebih murah untuk proyek kereta cepat Jakarta-Surabaya.
"Pak Jokowi mau kereta cepat Jakarta-Surabaya diterusin. Tadi saya dengar perjanjian dengan China juga jalan, malah bunganya jauh lebih murah daripada bunga yang ditawarkan banyak negara lainnya," ujar Luhut dalam unggahan video di akun Instagram miliknya @luhut.pandjaitan.
Luhut percaya diri bahwa proyek kereta cepat Jakarta-Surabaya bakal berjalan mulus seiring pengalaman Indonesia menyelesaikan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung atau WHOOSH bersama China.
Cegah Jebakan Utang China
Secara terpisah, pengamat transportasi dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno mengatakan Indonesia dapat terbebas dari risiko pembengkakan biaya investasi dan cicilan utang asalkan APBN tidak ikut campur.
"Yang jelas itu business to business [B2B] saja, enggak usah ada urusan politik dan ekonomi APBN, nanti kasihan negara. Pokoknya tanpa menggunakan APBN, negara enggak usah cawe-cawe," kata Djoko, Senin (30/10/2023).
Menurut Djoko, proyek-proyek tersebut semestinya sejak awal dikerjakan secara B2B tanpa mengikutsertakan APBN melalui Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada BUMN, dalam hal ini PT Kereta Api Indonesia (Persero).
Dalam hal ini, dia menuturkan bahwa peran pemerintah untuk mengawasi saja. Djoko pun mewanti-wanti pemerintah agar tidak kembali mempertaruhkan anggaran negara untuk proyek tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel