Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Apindo: Tekanan Industri Manufaktur Makin Berat Imbas Pelemahan Rupiah

Apindo menyebut dampak pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS semakin berat dirasakan oleh pelaku usaha industri manufaktur.
Suasana di salah satu pabrik perakitan motor di Jakarta, Rabu (1/8/2018). Bisnis/Abdullah Azzam
Suasana di salah satu pabrik perakitan motor di Jakarta, Rabu (1/8/2018). Bisnis/Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyebut dampak pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) semakin berat dirasakan oleh pelaku usaha industri manufaktur. 

Ketua Umum Apindo Shinta W. Kamdani mengatakan, kondisi tersebut berdampak pada kinerja usaha dan produksi industri yang mengalami kenaikan beban impor bahan baku atau penolong karena pelemahan rupiah masih terus berlangsung. 

"Kami khawatir penurunannya akan cukup signifikan bila pelemahan rupiah masih terus berlangsung karena penurunan impor yang terus-menerus," kata Shinta kepada Bisnis, Selasa (31/10/2023). 

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat impor bahan baku/penolong turun 4,68% month-to-month atau senilai US$12,69 miliar pada September 2023, turun dari US$13,34 miliar pada Agustus 2023.

Mengingat kondisi ekonomi global yang tak pasti, Shinta pun belum dapat melihat seberapa jauh penurunan impor bahan baku. Namun, penurunan impor bahan baku/penolong akibat pelemahan rupiah dapat mengindikasikan inflasi harga input produksi.

"Produk manufaktur yang diimpor sudah tidak sehat untuk pertumbuhan sehingga dalam 3-6 bulan akan terasa pada kinerja usaha dalam parameter tingkat kapasitas terpakai," tuturnya. 

Sebelumnya, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) membenarkan dampak depresiasi rupiah saat ini mulai dirasakan oleh industri manufaktur. Kondisi tersebut menyebabkan kenaikan biaya impor bahan baku dan logistik sehingga pelaku usaha mulai menghitung ulang biaya produksi. 

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, sebagian industri memangkas margin keuntungan untuk menanggung biaya produksi. Namun, para pelaku industri dengan skala yang lebih kecil terpaksa melakukan penyesuaian harga akibat semakin meningkatnya harga bahan baku dan biaya produksi. 

Belum lagi dengan adanya kenaikan suku bunga pinjaman perbankan karena Bank Indonesia telah menaikkan suku bunga acuan ke leel 6% dari angka 5,75% yang bertahan sejak Januari 2023. 

"Kami memandang keputusan bank sentral untuk menaikkan suku bunga acuan telah berdasarkan penilaian menyeluruh terhadap inflasi di Tanah Air," ujarnya. 

Untuk itu, langkah utama yang perlu dilakukan untuk mendukung sektor industri dalam negeri agar tetap mampu produktif dan berdaya saing dalam situasi saat ini adalah meningkatkan penggunaan produk dalam negeri. 

Beberapa di antaranya dengan cara meningkatkan penguasaan produk dalam negeri di pasar domestik, belanja produk dalam negeri juga mampu menurunkan impor yang dapat berpengaruh terhadap nilai tukar rupiah.

Untuk itu, Kemenperin mendorong realisasi komitmen belanja Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah maupun BUMN tahun 2023 sebesar Rp1.157,47 triliun. Adapun, rata-rata realisasi anggaran nasional saat ini mencapai 66,78% (per 23 Oktober 2023).


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper