Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberikan pengandaian suatu efek dari sebuah kebijakan ekonomi dari Amerika Serikat (AS) terhadap negara-negara lain.
Dalam catatan 12 tahun terakhir atau sejak 2010, AS kerap mengumumkan kebijakan yang memberikan dampak luar biasa terhadap perekonomian dunia, seperti saat AS akan menaikkan suku bunga.
“Banyak negara collapse waktu AS bilang mau menaikkan suku bunga, belum apa-apa, istilahnya negara seperti AS sedang bersin, seluruh tetangganya kena flu karena begitu dahsyatnya. Atau seperti sekarang China lemah, semuanya siap siap kekurangan darah,” ujarnya saat memberikan Kuliah Umum: Kebijakan Fiskal di Tengah Konstelasi Ketidakpastian Global di Universitas Diponegoro, Senin (23/10/2023).
Lebih lanjut, Sri Mulyani menilai hal tersebut juga berdampak hingga ke Indonesia seperti pada masa taper tantrum 2013.
Kala AS mengumumkan kebijakan tappering, lanjutnya, Indonesia terkena efek taper tantrum, di mana ekonomi bergejolak, neraca pembayaran, nilai tukar, hingga ekonomi bergerak dan berdampak pada larinya modal asing besar-besaran.
“Kemudian ada perang dagang AS-China yang kemudian mengancam seluruh dunia, kemudian Covid, seluruh dunia mengalami kontrkasi. It’s not about apakah shock itu akan terjadi, it’s about bagaimana suatu negara menangani suatu shock,” tambahnya.
Baca Juga
Nyatanya, ekonomi Indonesia rata-rata dalam 10 tahun terakhir berakhir tumbuh 5,3%, di atas rata-rata global yang hanya tumbuh 3,4%.
“Indonesia relatif bisa menjaga itu, kita lilhat pertumbuhan ekonomi bukan hanya menciptakan stabilitas, tapi pemerataan,” ujarnya.
Bahkan, setelah pandemi Covid-19 pun, Indonesia menjadi salah satu negara yang pulih paling cepat, walaupun dihadapkan pada krisis geopolitik.
Sebelumnya, dalam satu tahun terakhir, AS telah menaikkan suku bunga atau fed funds rate dari 0,25% menjadi 5,25%-5,5%. Di sisi lain, saat ini Federal Reserve atau The Fed tengah ancang-ancang menaikkan suku bunganya sebesar 25 bps pada November mendatang.
“Suku bunga melonjak maka cost of capital menjadi sangat mahal. Negara yang rapuh collapse, yang bikin kebijakan AS, yang collapse banyak negara emerging dan developing. Sekarang ini situasi yang sedang terjadi,” tuturnya.
Hal yang terjadi di Indonesia, rupiah terdampak dari pengumuman AS yang hendak menaikkan suku bunga tersebut. Alhasil, Bank Indonesia (BI) harus menaikkan suku bunga acuan dari 5,75% menjadi 6% untuk menghindari risiko dari tingkat suku bunga yang setara.