Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

IMF: Perlambatan Ekonomi China Berdampak ke Ekonomi Asia-Pasifik

IMF memperkirakan perekonomian China berdampak besar pada pertumbuhan perekonomian Asia dan Pasifik.
Pejalan kaki melintasi toko-toko di Guangzhou, China, Jumat, (11/8/ 2023). Bloomberg/qilai Shen
Pejalan kaki melintasi toko-toko di Guangzhou, China, Jumat, (11/8/ 2023). Bloomberg/qilai Shen

Bisnis.com, JAKARTA - Dana Moneter Internasional atau IMF menyatakan bahwa perekonomian China berdampak pada pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia-Pasifik.'

Direktur Departemen Asia dan Pasifik IMF Krishna Srinivasan menuturkan bahwa berdasarkan catatan pada April 2023 lalu, pertumbuhan China melambat seiring berjalannya waktu. 

“Hal ini dapat memengaruhi pertumbuhan negara-negara lain di Asia dan dunia karena integrasi mendalam China dalam rantai nilai global (global value chain/GVC),” jelasnya dalam konferensi pers laporan Regional Economic Outlook Asia and Pacific Oktober 2023 pada Rabu (18/10/23).

Srinivasan menuturkan bahwa pembukaan kembali ekonomi China memberikan dorongan pada sektor jasa dan penjualan ritel, seperti yang dialami oleh perekonomian lainnya. Namun, manfaat sektor manufaktur kemudian terbukti bermanfaat hanya dalam waktu yang singkat.

Adapun, sektor properti di China kini sedang berjuang dengan tekanan lebih lanjut pada pembayaran cicilan, penjualan rumah, dan investasi.

“Menimbang pelemahan yang terjadi, IMF kemudian merevisi perkiraan pertumbuhan China menjadi 5% pada 2023, dan 4,2% untuk tahun depan,” ungkapnya. 

Sebagai catatan, IMF dalam laporan Regional Economic Outlook Asia and Pacific pada Oktober 2023, melaporkan proyeksi pertumbuhan di kawasan Asia Pasifik mencapai 4,6% pada 2023. 

Menurut IMF, perekonomian wilayah Asia dan Pasifik berada di jalur yang tepat untuk menyumbang sekitar dua pertiga pertumbuhan global pada 2023, namun momentum pertumbuhan dinilai melambat. China berkontribusi dalam perlambatan pertumbuhan di kawasan ini. 

China dan Rantai Pasokan Global

Dalam laporan tersebut, diungkapkan bahwa kepentingan China dalam perekonomian global telah meningkat secara dramatis dalam beberapa dekade terakhir. Integrasi dalam GVC juga telah menjadi landasan pertumbuhan. 

China kemudian telah menjadi penggerak utama integrasi perdagangan bagi Asia dan baru-baru ini menjadi pemasok kunci bagi produksi. Kekuatan besar seperti konvergensi dan demografi, sebagian dinilai menjadi penentu pertumbuhan masa depan China. 

“Tetapi faktor struktural kunci, termasuk momentum reformasi dalam negeri dan perkembangan ekonomi internasional, dapat mengubah jalur ini secara signifikan,” tulis laporan tersebut. 

Sejalan dengan dampak perlambatan China yang dapat meluas ke wilayah lain, reformasi yang dapat meningkatkan produktivitas di China dapat meningkatkan pertumbuhan di Asia, terutama di negara-negara yang lebih kecil dan lebih terbuka dengan hubungan GVC yang kuat dengan negara tersebut.

Berdasarkan analisa IMF, negara-negara Asia di luar Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) dapat memperoleh manfaat dari efek pengalihan perdagangan dari "friend-shoring" yang dilakukan oleh China dan OECD. Namun, manfaat tersebut sebagian besar menghilang jika memperhitungkan perlambatan global yang disebabkan oleh tren "friend-shoring" dan dimensi "reshoring" yang terlibat dalam strategi pengurangan risiko.

Dalam kasus spesifik pembatasan ekspor yang memiliki tujuan untuk membatasi akses ke input berkualitas tinggi, analisis staf menemukan potensi kerugian empiris yang signifikan secara empiris, baik secara agregat maupun di bidang-bidang penting seperti barang-barang lingkungan. Hal ini lantaran batas kualitas sangat spesifik untuk setiap produk.

Berdasarkan catatan Bisnis, bahwa Biro Statistik Nasional China (NBS) melaporkan produk domestik bruto (PDB) kuartal III/2023 meningkat menjadi 4,9% dibandingkan tahun 2022 (year-on-year/yoy).

Angka PDB ini lebih tinggi dari perkiraan median para ekonom yang memperkirakan PDB China naik 4,5%. Dibandingkan dengan kuartal kedua, PDB tumbuh 1,3%, lebih baik dari perkiraan.

Aktivitas ekonomi China juga menunjukan sejumlah tanda stabilisasi dalam beberapa pekan terakhir karena dukungan pemerintahan China mulai berlaku. Aktivitas manufaktur secara bertahap meningkat, penurunan ekspor melambat dan konsumsi rumah tangga mulai pulih. Hal ini membuat adanya harapan yang muncul bahwa China dapat mencapai target pertumbuhan pemerintah sebesar 5% pada 2023. 

Namun, sektor properti juga masih menjadi hambatan signifikan bagi China. Penjualan rumah di negara tersebut terus menurun dan tekanan kredit di antara para pengembang meluas. Tantangan ini sejalan dengan apa yang diucapkan oleh  Srinivasan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper