Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terus mengevaluasi bahan bakar nabati yaitu bioavtur setelah berhasil melakukan uji coba ground run dan uji terbang pesawat jet tenggak bahan bakar campuran bioavtur sebesar 2,4 persen (J2.4).
Direktur Bioenergi Kementerian ESDM, Edi Wibowo mengatakan bahwa saat ini peta jalan untuk produksi bioavtur sedang pihaknya godok.
“Ya baru uji terbang, itu dievaluasi lagi. Roadmap-nya sedang kita buat,” kata Edi saat ditemui di Jakarta dikutip, Selasa (10/10/2023).
Terkait dengan target untuk memproduksi masif dan menkomerisilisasi bahan bakar nabati ini, Edi menyebut masih terus mengkaji bahan bakar ini.
Terlebih, Edi menyampaikan bahwa sampai dengan saat ini produksi dari Bioavtur belum semasif Biodiesel atau Bioetanol.
“Biodiesel udah produksi, Bioetanol udah ada, tapi bioavtur kan produksi Pertamina terbatas kan. Kalau udah siap produksi ya kita secepatnya [dikomersilkan],” ujarnya.
Baca Juga
Sebelumnya, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) bersama Kementerian ESDM melakukan uji coba ground run dan uji terbang pesawat jet tenggak bahan bakar campuran bioavtur sebesar 2,4 persen (J2.4).
Pengujian dilakukan pada pesawat jet komersial Boeing jenis B737-800 PK-GFX di Garuda Maintenance Facilities (GMF) pada Rabu (5/10/2023). Bahan bakar bioavtur tersebut terbuat dari minyak inti sawit (palm kernel oil).
Kepala Sub Direktorat Sertifikasi Pesawat Udara Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub Teguh Jalu Waskito mengatakan, pelaksanaan flight test pada pesawat terbang komersial merupakan capaian penting dalam rangkaian pengembangan Sustainable Aviation Fuel (SAF) di Indonesia yang memenuhi aspek keselamatan pesawat udara.
Teguh melanjutkan, pengembangan SAF merupakan salah satu perwujudan dari tujuan aspirasional jangka panjang (LTAG) dari International Civil Aviation Organization (ICAO) untuk mencapai nol emisi karbondioksida (CO2) dari penerbangan pada tahun 2050. Seperti diketahui sektor transportasi udara turut menyumbang 2 persen dari total emisi CO2 global.
Teguh mengatakan, pihaknya berharap ke depannya jenis bioavtur ini dapat diproduksi massal demi implementasi SAF Indonesia yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.
"Kemenhub berharap Indonesia dapat berkontribusi menjadi penyumbang pasokan SAF dunia dalam rangka penurunan emisi karbon dari aktivitas penerbangan," kata Teguh dalam siaran pers, Jumat (6/10/2023).