Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dampak Pelemahan Rupiah, Industri Farmasi Mulai Siapkan Strategi

Industri farmasi telah menyiapkan strategi kendati belum terkena dampak pelemahan rupiah.
Ilustrasi. Aktivitas di laboratorium farmasi./Darya-Varia
Ilustrasi. Aktivitas di laboratorium farmasi./Darya-Varia

Bisnis.com, JAKARTA - Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia (GPFI) telah menyiapkan strategi kendati belum merasakan dampak dari pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang terjadi dalam beberapa pekan terakhir. Kendati 90 persen bahan baku farmasi masih diimpor.

Direktur Eksekutif GPFI, Elfiano Rizaldi mengatakan depresiasi rupiah baru terjadi kembali baru-baru ini, sehingga dampaknya belum terasa, meskipun perlu diantisipasi dengan melakukan hedging atau lindung nilai.

"Belum, karena pelemahan rupiah baru terjadi dan level ini juga seperti pada akhir 2022 dan awal tahun 2023 yang lalu," kata Elfiano, Senin (9/10/2023).

Adapun, hedging merupakan strategi manajemen risiko untuk melindungi atau membatasi aset dari risiko bisnis yang terlalu besar di kemudian hari. Strategi ini dilakukan supaya neraca keuangan perusahaan tetap kuat.

Tren pelemahan rupiah disebut dapat memberikan keterpaksaan di industri farmasi yakni dengan efisiensi dan kenaikan harga. Namun, hal tersebut terjadi jika tren terus berlanjut dan efisiensi produk tak bisa lagi dilakukan.

Di sisi lain, Elfiano menuturkan bahwa harga BBO saat ini mengalami penurunan dikisaran 10-20 persen.

"Harga bahan baku obat [BBO] cenderung turun karena oversupply atau build up dari pascacovid juga India agresif masuki pasar China. Average 10-20 persen turun," ujarnya.

Diberitakan Bisnis.com sebelumnya, emiten farmasi PT Kalbe Farma Tbk. (KLBF) tengah merencanakan kenaikan harga produk obat-obatan seiring dengan depresiasi nilai tukar rupiah.

Presiden Direktur Kalbe Farma Vidjongtius mengatakan bahwa pelemahan nilai rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) memang tidak dapat dipungkiri akan berimbas pada kenaikan biaya impor bahan baku yang digunakan oleh emiten farmasi tersebut.

Jika terjadi kenaikan harga bahan baku yang cukup signifikan, maka perseroan tentu akan mengkaji rencana untuk menaikkan harga jual produk.  Adapun, Vidjongtius mengatakan bahwa pihaknya masih menggunakan sekitar 90 persen bahan baku impor dalam pembuatan berbagai jenis produk.

"Pelemahan rupiah tentu akan menaikkan biaya impor bahan baku sehingga perusahaan memang perlu melakukan berbagai inisiatif perbaikan dan perubahan," ujarnya kepada Bisnis.com, Selasa (12/9/2023).

Namun demikian, rencana untuk menaikkan harga produk KLBF tampaknya akan menjadi siasat terakhir perseroan dalam menghadapi kenaikan harga bahan baku obat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper