Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kemenperin Tuding Aturan Sri Mulyani Jadi Pemicu Industri Tekstil Lesu

Aturan mengenai kawasan berikat yang ditetapkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati disebut-sebut menjadi salah satu pemicu pelemahan industri tekstil.
Sejumlah karyawan tengah memproduksi pakaian jadi di salah satu pabrik produsen dan eksportir garmen di Bandung, Jawa Barat, Selasa (25/1/2022). Bisnis/Rachman
Sejumlah karyawan tengah memproduksi pakaian jadi di salah satu pabrik produsen dan eksportir garmen di Bandung, Jawa Barat, Selasa (25/1/2022). Bisnis/Rachman

Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyebut, melemahnya industri tekstil dan produk tekstil (TPT) tak hanya dipicu oleh banjirnya barang impor ke pasar domestik, tetapi juga adanya aturan tentang kawasan berikat.

Aturan yang dimaksud adalah Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.131/PMK.04/2018 tentang Kawasan Berikat. Beleid yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati tersebut menyebutkan bahwa barang impor dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean yang diorientasikan untuk ekspor dapat disalurkan ke pasar domestik. 

Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arif mengatakan, ada banyak produk impor di kawasan berikat yang diorientasikan untuk pasar ekspor, justru malah membanjiri pasar dalam negeri.

"Ada PMK itu yang menyatakan bahwa produk ekspor yang tidak terserap oleh pasar luar negeri itu bisa dijual di pasar domestik," kata Febri, dikutip Minggu (1/10/2023). 

Hal tersebut dinilai memicu ketidakstabilan industri TPT nasional yang saat ini masih dalam fase kontraksi karena banjirnya produk impor. Dia pun tak memungkiri, pasar ekspor yang melemah membuat produk tekstil sulit untuk terserap di pasar global. 

Adapun, dalam Pasal 31 pada PMK tentang Kawasan Berikat disebutkan bahwa pengeluaran hasil produksi ke tempat lain dalam daerah pabean dilakukan dalam jumlah paling banyak 50 persen dari penjumlahan nilai realisasi ekspor dan penjualan ke berbagai kawasan. 

"Kami melihat itu salah satu yang menjadi masalah, jadi ada produk-produk industri yang ada di kawasan berikat yang berorientasi ekspor malah masuk ke pasar domestik," tuturnya. 

Senada, Plt Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil, Taufiek Bawazier mengatakan, pihaknya tengah mengevaluasi dari segi regulasi hingga membuat skema pembenahan pasar industri tekstil. 

"Saya coba diagnosis, saya akan coba lihat mana titik-titik yang perlu diperbaiki, jadi regulasinya itu nanti akan kita lihat," kata Taufiek Bawazier kepada wartawan, dikutip Jumat (22/9/2023).  

Regulasi PMK No. 131/2018 menjadi perhatian karena aturan tersebut mengizinkan barang impor dari kawasan berikat masuk ke pasar domestik hingga 500 persen. Menurutnya, regulasi tersebut perlu di revisi seiring dengan masifnya produk impor yang membanjiri pasar dalam negeri.  

"Kalau kita berpikir 50 persen boleh tetapi inputnya tetap dari dalam negeri, jadi bisa ada nilai tambah di situ, punya sirkular ekonomi, sirkular produksi yang ada di Indonesia," ujarnya. 

Dalam hal ini, pihaknya akan memeriksa utilitas hingga volume produksi dalam negeri dan memastikan bahwa tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) memenuhi aturan. 

Terutama, perizinan impor hanya diperbolehkan bagi perusahaan yang memiliki pabrik dalam negeri. Namun, bukan berarti industri tak diperbolehkan impor, hanya saja Kemenperin akan membuat regulasi untuk mengurangi penggunaan produk luar. 

Dia menambahkan, pembelian barang impor dapat dilakukan jika produksi lokal tidak memenuhi kebutuhan pasar domestik. Taufiek meminta para pelaku industri berbasis ekspor untuk mengoptimalkan pasar dalam negeri sehingga ketika pasar ekspor mengalami penurunan karena ekonomi global yang tidak stabil, sirkulasi perdagangan dalam negeri tetap dapat menjaga stabilitas industri.  

"Katakanlah demand-nya 10 produksi dalam negeri 5. Nanti kita tidak kasih 5 [untuk impor], kita kasih izin impor 3. Nah, yang 2 kita suruh naikkan utilisasinya," ujarnya.  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper