Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Impor Tekstil Ilegal Marak, Pabrik Pemintalan Benang Megap-Megap

Maraknya impor tekstil ilegal membuat industri hulu dan industri antara seperti pemintalan benang megap-megap.
Ilustrasi industri berbahan baku benang./Bloomberg-David Paul Morris
Ilustrasi industri berbahan baku benang./Bloomberg-David Paul Morris

Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) mengungkap kondisi terpuruknya kondisi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) berdampak pada industri hulu dan industri antara atau midstream seperti pemintalan benang.

Ketua Umum APSyFI, Redma Gita Wiraswasta mengatakan industri antara dalam konteks tekstil salah satunya yakni pemintalan benang, adapun utilitas pabrik industri antara seperti serat poly yakni 50 persen, sementara pabrik rayon 70 persen.

"Demand dari industri pemintalan benang menurun drastis bahkan beberapa pabrik pemintalan tutup sementara karena memang di hilirnya banjir produk impor," kata Redma, Jumat (22/9/2023). 

Dia menerangkan bahwa kondisi hilir industri tekstil saat ini telah dibanjir produk impor, sehingga secara otomatis sektor midstream dan hulu industri terganggu.

Padahal, selama ini 95 persen kebutuhan rayon disuplai dari dalam negeri, begitupun dengan 85 persen kebutuhan poly. Sementara, hanya bahan kapas yang sampai saat ini masih impor.

"Impor serat rayon dan poly tidak banyak, hanya kapas yang impor banyak karena memang alam kita tidak bisa tanam kapas," ujarnya.

Lebih lanjut, dengan kondisi seperi ini, pengusaha industri midstream mau tak mau mengurangi produksi dan merasionalisasi tenaga kerja untuk dapat bertahan.

Pihaknya pun tengah menunggu tindakan pemerintah yang sampai saat ini belum terlihat signifikan untuk turun mengantisipasi pelemahan industri TPT dari hulu ke hilir.

"Karena kita hanya ikuti iklim yang pemerintah berikan, selama pemerintah cuek, maka penutupan dan pengurangan tenaga kerja akan terus terjadi," tuturnya.

Sebelumnya, Redma mengungkap temuan impor TPT ilegal yang masuk ke Indonesia yakni sebanyak 28.480 kontainer. Adapun, angka tersebut didapatkan dari hasil ketidaksesuaian antara data Badan Pusat Statistik (BPS) dan data General Custom Administration of China.

Berdasarkan data dari General Custom Administration of China, ekspor TPT (HS 50-63) China ke Indonesia mencapai US$6,5 miliar. Sedangkan, BPS mencatat angka impor TPT dari China hanya US$3,55 miliar. 

"Jika diasumsikan impor per kontainer senilai Rp1,5 miliar maka diperkirakan sekitar 28.480 kontainer TPT ilegal masuk per tahun, atau sekitar 2.370 kontainer ilegal perbulan," ujarnya.

Dari data tahun 2022 tersebut, Redma mencatat berdasarkan data International Trade Center (ITC), terdapat gap senilai US$2,94 miliar atau setara Rp43 triliun yang tidak masuk dalam catatan resmi dari BPS.

"Padahal sebelum beberapa tahun sebelumnya masih di bawah US$2 miliar," imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper