Bisnis.com, JAKARTA -- Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mewanti-wanti serbuan eksportir tekstil dan produk tekstil (TPT) dari negara maju seperti Amerika Serikat hingga Uni Eropa, akibat melemahnya permintaan global.
Ketua Umum API Jemmy Kartiwa mengatakan dengan kondisi pelemahn daya beli di negara-negara tersebut akibat inflasi yang tak terbendung, menjadikan Indonesia sasaran empuk sebagai pangsa pasar produk TPT.
Dalam kondisi ini, pemerintah dan pelaku usaha perlu bersinergi untuk menjaga pasar domestik agar tidak dibanjiri produk asing. Apalagi mengingat pertumbuhan ekonomi Indonesia ya menguat 5,17 persen (year-on-year/yoy).
"Kita harus jaga jangan sampai GDP yang baik ini akhirnya juga ikut turun karena negara-negara pesaing produsen tekstil lainnya itu membidik market Indonesia," kata Jemmy saat ditemui di Purwakarta, dikutip Jumat (22/9/2023).
Dia menerangkan bahwa pasar tekstil global sedang dalam keadaan terpuruk seiring dengan daya beli dari pangsa pasar yang semakin mengecil. Apalagi, negara-negara maju seperti AS saat ini tengah dihadang inflasi yang cukup tinggi yakni 3,7 persen yoy pada Agustus 2023.
Indonesia disebut merupakan pangsa pasar potensial mengingat populasinya yang mencapai 270 juta penduduk dan merupakan populasi terbesar ke-4 di dunia. Kendati demikian, posisi industri tekstil dalam negeri pun belum berada di zona aman.
Baca Juga
Sebab, masih ada oknum yang melakukan impor ilegal sehingga membuat pasar tekstil domestik dibanjiri produk asing. Hal ini menyebabkan kinerja industri TPT yang terus menurun sejak kuartal ketiga tahun 2022.
"Kita merasakan penurunan mulai Q3 tahun 2022. Pemulihan belum dirasakan," imbuhnya.
Di sisi lain, Jemmy memproyeksikan pemulihan industri TPT dapat terlihat ketika ekonomi AS kembali pulih, sehingga pertumbuhan ekonomi negara-negara lain dapat terdongkrak.
"Amerika pulih dulu baru akan membawa ke negara-negara lainnya. Sebelum daya beli Amerika naik kembali, mungkin kondisi kita akan seperti ini saja," pungkasnya.