Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

TikTok Gerus Penjualan di Tanah Abang, Industri Tekstil Terancam Bangkrut

Tergerusnya penjualan di pasar grosir, seperti Tanah Abang yang disebut gara-gara kehadiran TikTok Shop mulai berimbas ke industri tekstil di Jawa Barat.
Sejumlah karyawan tengah memproduksi pakaian jadi di salah satu pabrik produsen dan eksportir garmen di Bandung, Jawa Barat, Selasa (25/1/2022). Bisnis/Rachman
Sejumlah karyawan tengah memproduksi pakaian jadi di salah satu pabrik produsen dan eksportir garmen di Bandung, Jawa Barat, Selasa (25/1/2022). Bisnis/Rachman

Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Menkop UKM) Teten Masduki mengatakan, praktik predatory pricing di social commerce secara nyata telah menggilas industri tekstil di Jawa Barat hingga berujung pada gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK). Hal itu diungkapkan setelah melakukan kunjungan ke beberapa pabrik tekstil di Majalaya, Kabupaten Bandung.

Harga produk yang terlalu murah di platform social commerce, seperti TikTok Shop, membuat produk para pelaku UMKM di sana sulit bersaing. Dampaknya, terjadi penurunan produksi hingga pabrik tekstil gulung tikar.

"Memang ada penurunan yang cukup drastis karena pelaku UMKM yang memproduksi pakaian muslim, kerudung, pakaian jadi yang dijual di pasar grosir seperti Tanah Abang, ITC Kebon Kelapa, Pasar Andir terpantau anjlok. Akibatnya permintaan terhadap pakaian, kain, dan tekstil menurun drastis," ujar Teten dalam keterangan resmi, dikutip Senin (25/9/2023).

Dalam kunjungannya, Teten ditemani oleh anggota dari Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Ikatan Pengusaha Konveksi Bandung (IPKB), Paguyuban Textile Majalaya, dan Kadin Kabupaten Bandung.

Dia menegaskan, dari sisi kualitas produk UMKM lokal sebenarnya jauh lebih baik. Namun, harga di social commerce yang murah di bawah harga pokok penjualan (HPP) membuat produk UMKM kalah saing. Teten mengaku telah mendapati informasi ihwal indikasi aliran deras impor pakaian jadi dan produk tekstil.

Menurutnya, maraknya impor pakaian jadi dan produk tekstil yang tak terkendali itu disebabkan oleh aturan safeguard yang tidak berjalan semestinya. Kendati demikian, urusan impor, kata Teten menjadi kewenangan dari Kementerian Perdagangan dan Kementerian Keuangan. Di sisi lain, Presiden Joko Widodo pun telah menyampaikan bakal meninjau kembali aturan perdagangan online dan pembentukan undang-undang. 

"Itu termasuk yang sudah kita usulkan Permendag Nomor 50 Tahun 2020 kan sudah selesai tinggal ditetapkan saja," katanya.

Teten menambahkan, perlu ada harga pokok pembelian (HPP) khusus produk tekstil. Musababnya, di China yang merupakan negara asal TikTok Shop, kata dia, telah menerapkan model aturan larangan barang masuk memiliki harga di bawah HPP.

"Kalau kita terapkan itu, bisa melindungi industri dalam negeri," tutur Teten.

Ketua Umum IPKB Nandi Herdiaman mengatakan, adanya serangan barang impor di bawah harga pasar telah mendorong rendahnya permintaan dari Pasar Tanah Abang. Hal itu berimbas pada penurunan produksi pabrik tekstil yang ada.

Bahkan, pemilik pabrik tekstil PT Santosa Kurnia Jaya, Dudi Gumilar mengaku ada 1,5 juta meter bahan menumpuk di pabrik karena mereka kesulitan menjualnya di tengah sepinya permintaan.

"UMKM tekstil sudah memproduksi sesuai dengan permintaan pasar, tetapi akhir-akhir ini marak impor barang-barang tersebut membuat bahan menumpuk. Kami juga tidak tahu sampai kapan masih bisa produksi, mohon bantuan untuk perlindungan pasar kami," ujar Dudi.

Kepala Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Barat Rachmat Taufik G menyebut, terdapat 24 juta orang angkatan kerja di Jawa Barat, sebanyak 70 persennya merupakan pekerja informal. Banyaknya pabrik tekstil yang tutup berimbas pada ancaman PHK. Data BPJS Ketenagakerjaan mencatat jumlah pengambilan JHT (jaminan hari tua) telah mencapai lebih dari 150.000 orang.

"PHK secara resmi kecil, tetapi dari data BPJS Ketenagakerjaan yang mengambil JHT artinya yang tak bekerja lagi mencapai lebih dari 150.000 orang," ungkap Rachmat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper