Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah punya peluang untuk menggemukkan penerimaan pajak dari tiga sektor yang belum optimal atau undertax, salah satunya adalah pertambangan. Optimalisasi pajak dari ketiga sektor undertax itu akan berdampak positif bagi perekonomian.
Founder & Managing Partner DDTC Fiscal Research & Advisory Darussalam melihat bahwa sejumlah sektor memiliki kontribusi yang tinggi terhadap produk domestik bruto (PDB) RI, tetapi rendah perannya terhadap penerimaan pajak.
Ketiga sektor tersebut adalah konstruksi, pertambangan, dan pertanian. Peranan ketiga sektor itu dalam menyerap tenaga kerja dan memberikan nilai tambah bagi perekonomian memang terasa, tetapi ternyata setoran pajaknya masih belum maksimal.
"Kenapa konstruksi masih dikenakan PPh final? Harusnya kontribusi ke PDB tinggi, tapi ke pajak rendah," ujarnya di Jakarta, Selasa (29/8/2023).
Sebagaimana diketahui, tarif PPh final untuk jasa konstruksi tidak ada yang lebih dari 6 persen, sementara usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dengan omzet di atas Rp500 juta dikenakan pajak 0,5 persen.
Dalam paparan Darussalam, terlihat kontribusi pajak dari konstruksi hanya 4,1 persen, padahal kontribusinya terhadap PDB sebesar 9,8 persen di tengah Indonesia yang masif membangun negeri.
Baca Juga
Sementara penerimaan pajak dari pertambangan berkontribusi sebesar 8,3 persen, sedangkan pertanian 1,4 persen.
Faktanya, distribusi penduduk yang bekerja di sektor pertanian paling besar, yakni 29,36 persen dari total penduduk bekerja sebanyak 138,63 juta orang per Februari 2023.
Artinya, ada sekitar 40,7 juta orang yang belum dioptimalkan pemungutan pajaknya oleh pemerintah dari sektor pertanian.
Di sisi lain, terdapat sektor yang telah overtax atau berlebihan dalam pengenaan perpajakannya, seperti manufaktur, perdagangan besar, serta jasa keuangan dan asuransi.
Staf Khusus Menteri Keuangan bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal menegaskan bahwa sebenarnya penerimaan perpajakan dari sektor yang dinilai undertax tersebut mungkin besar.
"Pencatatan statistik kita unik. Kalau kita bicara statistik negara itu merujuk pada owner. Di Indonesia, misal bunga deposito, dipotong perbankan, itu kalau statistik pemerintah dicatat sebagai penerimaan dari perbankan," ujar Yon.
Alhasil, penerimaan pajak dari sektor perbankan bernilai besar karena termasuk dari pembayaran pajak atas bunga deposito dari pelaku usaha maupun orang pribadi.
"Cuma memang, beberapa sektor perlu kita evaluasi seperti pertanian, kontribusi PDB besar, kontribusi ke pajak cukup kecil, memang tidak bisa dihindari banyak pemain kecil di sana," lanjut Yon.
Alih-alih memungut pajak, pemerintah justru memberikan perlakuan berbeda kepada pertanian dan UMKM.
Pemerintah memberikan insentif dari pos belanja perpajakan atau tax expenditure kepada sektor tersebut agar tetap tumbuh positif. Tax expenditure berarti penerimaan yang hilang atau berkurang akibat adanya ketentun khusus yang berbeda dari sistem pemajakan secara umum.
"Kami memilih memberikan treatment berbeda, untuk insentif termasuk tax expenditure, kami kaji lagi insentif yang cocok dengan perkembangan terkini, mungkin yang kita terapkan saat ini sudah ketinggalan zaman," ucapnya.
Saat ini pun pemerintah tengah mempersiapkan implementasi reformasi perpajakan, salah satunya core tax system atau Pembaruan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (PSIAP) yang akan meluncur pada 2024.
Termasuk di dalamnya usaha pemerintah untuk menarik wajib pajak orang pribadi melalu pemadanan NIK dengan NPWP.