Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rasio Pajak RI Harus 12,88 Persen Kalau Ingin Jadi Negara Maju

RI perlu menekan rasio pajak terhadap GRP hingga 12,88 persen jika ingin keluar dari middle income trap dan menjadi high income country alias negara maju.
Staf Ahli Bidang Kepatuhan Pajak Kemenkeu Yon Arsal (kedua kanan), Founder & Managing Partner DDTC Fiscal Research & Advisory Darussalam (tengah), Ketua Komite Perpajakan DPN Apindo Siddhi Widyaprathama (kedua kiri), Head of Mandiri Institute Teguh Yudo Wicaksono (kiri), dan GM Konten Bisnis Indonesia Aprilian Hermawan memberikan paparan saat diskusi bertajuk Sudah Tepatkah Arah Kebijakan Pajak Kita dalam RAPBN 2024? di Jakarta, Selasa (29/8/2023). JIBI/Bisnis/Fanny Kusumawardhani
Staf Ahli Bidang Kepatuhan Pajak Kemenkeu Yon Arsal (kedua kanan), Founder & Managing Partner DDTC Fiscal Research & Advisory Darussalam (tengah), Ketua Komite Perpajakan DPN Apindo Siddhi Widyaprathama (kedua kiri), Head of Mandiri Institute Teguh Yudo Wicaksono (kiri), dan GM Konten Bisnis Indonesia Aprilian Hermawan memberikan paparan saat diskusi bertajuk Sudah Tepatkah Arah Kebijakan Pajak Kita dalam RAPBN 2024? di Jakarta, Selasa (29/8/2023). JIBI/Bisnis/Fanny Kusumawardhani

Bisnis.com, JAKARTA – Indonesia memiliki tantangan untuk meningkatkan tax ratio atau rasio pajak, setidaknya di level 12,88 persen jika ingin keluar dari middle income trap dan menjadi high income country alias negara maju. 

Head of Mandiri Institute Teguh Yudo Wicaksono menyampaikan bahwa mengacu pada data Dana Moneter Internasional (IMF), rasio pajak yang sehat penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia, paling kecil 12,88 persen. 

“Tax to GDP yang dibutuhkan oleh suatu negara agar pertumbuhan bisa akselerasi, maka ekonomi harus tumbuh di atas 5 persen, atau dengan target 2045, pertumbuan harus 6-7 persen. Setidaknya tax to GDP 12,88 persen atau lebih tinggi,” ungkapnya dalam diskuis ‘Sudah Tepatkah Arah Kebijakan Pajak Kita Dalam RAPBN 2024?’ di Penang Bistro Pakubuwono, Jakarta Selatan, Selasa (29/8/2023). 

Teguh menjelaskan menurut studi IMF tersebut, angka 12,88 persen menjadi batas atau threshold untuk mulainya akselerasi ekonomi. Percepatan pertumbuhan ekonomi pun akan belrangsung sendirinya setelah 3 tahun tax ratio berada di ambang batas tersebut. 

“Jika tax ratio to GDP 2024 di level 10 persen, kita butuh 2,8 persen poin untuk pertumbuhan ekonomi bisa akselerasi,” tambahnya. 

Indonesia mungkin boleh berbangga dengan inflasi yang tergolong rendah di antara negara G20 atau Asean lainnya, namun sayangnya, tax ratio juga demikian. 

Tax ratio di Indonesia cenderung menurun sejak 2008 hingga saat ini, sementara Thailand, Filipina, dan Malaysia terus tumbuh mendekati level 20 persen. 

Mengacu dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2024, penerimaan pajak diperkirakan mencapai Rp1.986,9 triliun atau tumbuh sebesar 9,3 persen dari outlook 2023. Sementara tax ratio ditetapkan pada angka 10,1 persen. 

Dalam kesempatan yang sama, Staf Khusus Menteri Keuangan bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal menyampaikan pihaknya tengah melakukan reformasi perpajakan untuk tujuan meningkatkan hal tersebut. 

Hal yang menjadi kunci, katanya, reformasi ini perlu waktu dan tidak terburu-buru dalam implementasinya. 

“Ada jangka tertentu yang bisa kita siapkan, kami berharap ada kajian internal terkait dampak dari reformasi. Sekaligus mempermudah memberikan pengawasan sehingga dengan kepatuhan sukarela bisa meningkat. Setidaknya tax ratio kita bisa sustainable di 15 persen,” katanya. 

Siasat pemerintah dalam mendorong tingkat kepatuhan pajak dan tax ratio salah satunya menggunakan jurus Nomor Induk Penduduk (NIK) yang terintegrasi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) mulai 1 Januari 2024. 

Meski demikian, hingga 28 Agustus 2023, pemadanan telah terlaksana untuk 58,42 juta NIK dari total keseluruhan Wajib Pajak (WP) Orang Pribadi (OP) 71,08 juta orang. 

“NIK NPWP sudah sekitar 58,42 juta yang kami padankan, sekitar 82,19 persen dari total yang data kami miliki,” jelas Yon. 

Di sisi lain, Founder & Managing Partner DDTC Fiscal Research & Advisory Darussalam mengungkapkan agenda reformasi pajak yang sedang pemerintah lakukan memiliki potensi untuk mengerek tax ratio hingga 5 persen. 

Reformasi administrasi setidaknya memberikan tambahan tax ratio sebesar 1,5 persen, sementara reformasi kebijakan menyumbang tambahan 3,5 persen. Dengan demikian total potensi kenaikan tax ratio secara keseluruhan mampu mencapai 5 persen. 

“Kalau kita konsisten, insyaAllah 5 persen kita dapat,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper