Bisnis.com, JAKARTA – World Bank atau Bank Dunia menyoroti fenomena sentralisasi ekonomi di Indonesia, yakni di wilayah Pulau Jawa, khususnya Jakarta dan sekitarnya (Jabodetabek). Fenomena ini disebut bakal menghambat potensi pertumbuhan ekonomi Indonesia menuju titik emas bonus demografi pada 2045.
Head of External and Corporate Relation, Infrastructure Practice Group, World Bank Mohamad Al-Arief menjelaskan bahwa setiap daerah punya potensi sendiri dan sesungguhnya bisa berkontribusi pada keuangan negara.
“Sentralisasi ekonomi membuat wilayah yang maju hanya beberapa. Padahal berbagai daerah di Tanah Air punya potensi yang sangat bisa dikembangkan,” katanya seperti dikutip dalam siaran persnya, Kamis (24/8/2023).
Menurut Arief, Indonesia akan memiliki tantangan yang berbeda pada usia ke-100 setelah merdeka nantinya. Pasalnya, Indonesia berpotensi menjadi negara dengan perekonomian terbesar ke-4 di dunia setelah Cina, India, dan Amerika.
Salah satu syarat untuk menuju ke sana adalah dengan mewujudkan pemerataan ekonomi, baik dari segi kebijakan struktural maupun kesadaran individu di akar rumput.
“Kita bisa mencontoh Amerika Serikat dan Jepang. Amerika punya Silicon Valley, Texas, Washington DC, dan New York. Sementara itu, Jepang punya Osaka, Tokyo, Kyoto, dan Hokkaido. Kita tentu bisa membuat banyak daerah di Sumatera, Kalimantan, Aceh, dan seterusnya, sebagai pusat ekonomi yang mendunia,” jelasnya.
Pengurangan konsentrasi ekonomi, menurut Arief, bisa dilakukan dengan penyebaran SDM yang berkualitas di berbagai daerah. Ide distribusi ini mensyaratkan pendidikan yang baik dan difasilitasi negara, salah satunya lewat pemberian beasiswa di kampus-kampus terbaik dalam maupun luar negeri.
Baca Juga
“Pendidikan adalah investasi paling potensial dalam memberikan dampak sosial-ekonomi. Maka dari itu, para penerima beasiswa LPDP harus mengasah passion dan tujuan hidup, membangun ketangguhan dan daya juang, serta meningkatkan kompetensi dengan integritas dan akhlak. Dengan cara inilah ekonomi antardaerah bisa saling terkoneksi,” tegas Arief.
Selain pendidikan formal, digital economy juga dapat menjadi solusi desentralisasi pengembangan ekonomi Indonesia. Hal tersebut sesuai dengan perkembangan teknologi. Masyarakat juga harus sadar dan mau belajar untuk membantu menyelesaikan persoalan finansial, misalnya dengan meningkatkan jiwa kewirausahaan, literasi keuangan, dan kepedulian terhadap lingkungan sekitar.
Arief menegaskan semua pihak perlu berkontribusi dalam mencapai cita-cita tersebut. Caranya adalah dengan berkolaborasi antara sektor publik, privat, dan masyarakat itu sendiri. Dengan begitu, Arief berharap pusat perekonomian Indonesia yang merata dapat terwujud.
“Kalian [para mahasiswa penerima LPDP] tidak boleh puas dengan hasil yang didapatkan saat ini. Terus dorong diri kalian untuk berkontribusi lebih dalam skala yang lebih besar. Memang melelahkan, tapi jangan pernah lelah mencintai Indonesia,” pungkasnya.