Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Stimulus Perpajakan Makin Tinggi Capai Rp374,5 T pada 2024, Industri Pengolahan Terima Paling Banyak

Insentif belanja perpajakan industri pengolahan mencakup 23,66 persen terhadap total rencana belanja perpajakan 2024.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memaparkan RAPBN dan Nota Keuangan 2024 di Kantor Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu, Jakarta, Rabu (16/8/2023). Dok Youtube Kemenkeu RI.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memaparkan RAPBN dan Nota Keuangan 2024 di Kantor Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu, Jakarta, Rabu (16/8/2023). Dok Youtube Kemenkeu RI.

Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mempersiapkan dana Rp374,5 triliun pada 2024 dalam pos belanja perpajakan. Industri pengolahan tercatat akan menjadi penerima manfaat paling besar, hingga Rp88,6 triliun. 

Insentif belanja perpajakan industri pengolahan mencakup 23,66 persen terhadap total rencana belanja perpajakan 2024. 

Sejak 2019, industri pengolahan rutin mendapatkan stimulus terbesar. Jumlah ini meningkat dari proyeksi 2023 yang mencapai Rp79,8 triliun. Sementara realisasi pada 2022 senilai Rp73,2 triliun.

Selain itu, pada tahun depan sektor-sektor yang memanfaatkan insentif belanja perpajakan terbesar lainnya adalah sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan serta sektor sektor jasa keuangan dan asuransi yaitu masing-masing sebesar 13,43 persen dan 13 persen. 

Adapun, belanja perpajakan merupakan instrumen penting dalam memberikan stimulus serta mendukung pertumbuhan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh. 

“Kebijakan belanja perpajakan dirancang secara terarah dan terukur untuk turut dapat mengantisipasi ketidakpastian serta tantangan ekonomi global dan domestik,” sebagaimana tertulis dalam Buku II Nota Keuangan dan RAPBN 2024, dikutip Senin (21/8/2023). 

Seperti halnya saat pandemi Covid-19, kebijakan belanja perpajakan memberikan kontribusi yang signifikan dalam membantu pemulihan ekonomi. 

Pemerintah telah meluncurkan berbagai insentif perpajakan yang bertujuan antara lain untuk memulihkan sektor kesehatan, membantu dunia usaha dalam menjaga keberlangsungan bisnisnya, serta menjaga daya beli masyarakat yang menjadi faktor kunci dalam pemulihan ekonomi secara keseluruhan.

Menurut pengamat pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar, semakin tingginya belanja perpajakan tersebut merupakan hal yang wajar di saat kondisi ekonomi terus menguat. 

Pasalnya, berdasarkan tujuan kebijakan, nilai belanja perpajakan terbesar adalah untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat yang mencapai 49,35 persen dari total belanja perpajakan 2024. 

Seperti halnya bahan-bahan pokok yang tidak dikenakan PPN, namun pemerintah yang membayar PPN tersebut melalui belanja perpajakan. 

“Besaran belanja pajak akan sejalan dengan kondisi perekonomian. Contohnya, ada UMKM tidak wajib pungut PPN. Lalu ekonomi meningkat, penjualannya meningkat. Ketika penjualannya meningkat maka semakin besar PPN yang tak dipungut maka semakin besar pula belanja perpajakan yang keluar,” katanya, Senin (21/8/2023). 

Mayoritas kebijakan belanja perpajakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat diberikan dalam bentuk pengecualian barang dan jasa kena pajak seperti bahan kebutuhan pokok, jasa angkutan umum, serta jasa pendidikan dan kesehatan, yang ditujukan untuk menjaga daya beli masyarakat. 

Pada 2024, UMKM direncanakan menerima manfaat sebesar Rp79,8 triliun, sebagai bentuk mewujudkan sistem perpajakan yang lebih adil yang dapat mendorong usaha kecil semakin berkembang. 

Sementara itu, untuk peningkatan iklim investasi dan dukungan kepada dunia bisnis, pemerintah memberikan berbagai fasilitas antara lain tax holiday, tax allowance, dan penurunan tarif PPh bagi perseroan terbuka. Sedangkan untuk mendukung dunia bisnis, pemerintah menyiapkan insentif sejumlah Rp49,8 triliun. 

Lebih Selektif

Meski sebagai upaya mengurangi beban dan meningkatkan ekonomi, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira meminta agar penyaluran insentif tersebut lebih selektif. 

Seperti sektor berbasis hilirisasi pertanian-perikanan yang memiliki nilai tambah, ini bertujuan untuk peningkatan serapan tenaga kerja, peningkatan nilai ekspor, dan menjaga stabilitas harga pangan di tengah anomali cuaca. 

Industri padat karya di sektor tekstil, pakaian jadi dan alas kaki tetap membutuhkan support pemerintah melalui keringanan bea masuk untuk bahan baku, mesin dan berbagai insentif fiskal termasuk pemangkasan PPh karyawan.

“Investasi dengan nilai TKDN diatas 90 persen, dan serapan tenaga kerja lokal dibanding TKA 1:1.000 berhak mendapat berbagai insentif perpajakan,” tuturnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper