Bisnis.com, JAKARTA -- Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) menyarankan pemerintah agar mengenakan pajak karbon ke Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbasis batu bara.
Pengamat Pajak CITA Fajry Akbar mengemukakan PLTU berbasis batu bara harus bertanggungjawab penuh atas kualitas udara yang semakin buruk di beberapa kota di Indonesia. Menurut Fajry, salah satu bentuk tanggungjawab PLTU batu bara adalah pengenaan pajak karbon.
"Kami mendorong pemerintah untuk mempercepat implementasi pajak karbon. Pajak karbon harus bisa diimplementasikan secara terbatas ke PLTU yang menggunakan batu bara," tuturnya dalam keterangan resmi di Jakarta, Kamis (17/8).
Fajry meyakini bahwa pajak karbon ke perusahaan PLTU batu bara bisa membuat perusahaan itu tersebut terdorong untuk berinovasi menggunakan teknologi yang bisa mengurangi emisi.
"Ini disebut dengan polluter pays principle. Lalu implementasi pajak karbon ke PLTU batubara ini harus diimplementasikan awal tahun 2024 nanti," katanya.
Fajry juga mendorong agar perusahaan PLTU yang menggunakan batu bara untuk segera berinovasi, sehingga polusi udara bisa berkurang di sejumlah kota di Indonesia.
Baca Juga
"Seharusnya ada inovasi dari perusahaan PLTU berbasis batu bara ini," ujarnya.
Seperti diketahui, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) memasang target penerimaan pajak sebesar Rp2.307,9 triliun pada 2024. Hal itu disampaikan oleh Jokowi pada pidato pengantar Rancangan Undang-undang (RUU) APBN tahun anggaran (TA) 2024 beserta Nota Keuangan di Gedung DPR Jakarta, Rabu (16/8/2023).
Jokowi menyampaikan bahwa target penerimaan perpajakan itu guna mendorong pencapaian target pendapatan negara sebesar Rp2.781,3 triliun. Pendapatan negara direncanakan juga berasal dari perolehan penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
"Pendapatan negara direncanakan sebesar Rp2.781,3 triliun, yang terdiri dari Penerimaan Perpajakan Rp2.307,9 triliun dan PNBP sebesar Rp473,0 triliun," jelasnya di depan anggota parlemen, Rabu (16/8/2023).