Bisnis.com, JAKARTA- Asosiasi Kaca Lembaran dan Pengaman (AKLP) mengungkap potensi pertumbuhan kinerja industri kaca sangat signifikan pada tahun ini, terdongkrak kebutuhan dari sektor properti yang kian pulih.
Ketua Umum AKLP Yustinus Gunawan mengatakan sektor properti merupakan pangsa terbesar industri kaca. Pasalnya, properti menyerap 70 persen dari produksi kaca domestik.
"Pertumbuhan sektor kaca tergantung pertumbuhan sektor properti yang menyerap 70 persen kaca, sektor otomotif sekitar 25 persen, dan 5 persen diserap oleh sektor industri lainnya," kata Yustinus kepada Bisnis, Senin (21/8/2023).
Adapun, dia menjelaskan bahwa prospek pertumbuhan industri kaca juga tumbuh seiring dengan pertumbuhan makro ekonomi nasional.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ekonomi Indonesia mengalami percepatan pertumbuhan pada Kuartal II–2023, sebesar 5,17 persen secara tahunan, lebih tinggi dibandingkan Kuartal I/2023 sebesar 5,04 persen.
Dari sisi pertumbuhan properti, peluang datang dari 12,75 juta backlog perumahan yang masih belum terpenuhi. Adapun, sektor properti disebut mampu menggerakkan 176 sektor turunan lainnya sehingga mampu berkontribusi sekitar 16 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.
Baca Juga
Di sisi lain, Yustinus menyoroti tantangan lain yang dapat menghambat pertumbuhan industri kaca. Padahal, pihaknya kini tengah mencoba meningkatkan volume ekspor yang per Juni 2023 mencapai nilai ekspor US$27,2 juta.
Namun upaya tersebut akan terhadang rencana kenaikan harga gas industri. Dalam hal ini, PT Perusahaan Gas Negara Tbk. (PGAS) atau PGN bersama pemerintah tengah berencana untuk melakukan penyesuaian harga jual gas kepada pelanggan komersial dan industri di luar penerima HGBT per 1 Oktober 2023.
Yustinus menegaskan bahwa para pelaku industri kaca meminta agar PGN menunda kenaikan sampai diterbitkannya regulasi harga gas bumi tertentu (HGBT) sebagai penguatan dari Perpres No. 121/2020 yang bertujuan meningkatkan daya saing Industri guna mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.
"Harga gas naik maka akan terjadi deindustrialisasi, terjadi penurunan serapan tenaga kerja," pungkasnya.