Bisnis.com, JAKARTA- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mendorong kegiatan eksplorasi baru bijih nikel pada kawasan lapangan hijau atau green field. Sejumlah badan usaha belakangan diketahui tertarik untuk ikut kegiatan ekplorasi baru tersebut.
Staf Khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Irwandy Arif mengatakan, upaya itu tengah didorong untuk menjaga cadangan bijih nikel yang belakangan makin tipis seiring investasi masif pada pertambangan bahan baku baterai listrik tersebut.
“Dari industri ada yang sedang melakukan eksplorasi detail, green field masih diupayakan, ada juga yang berminat,” kata Irwandy saat ditemui di Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (18/8/2023).
Kendati demikian, Irwandy menuturkan, beberapa perusahaan yang menunjukkan ketertarikan untuk melakukan eksplorasi pada lapangan hijau masih menunggu surat penugasan dari otoritas mineral.
“Yang berminat ini masih menunggu surat penugasan yang dari PP Wilayah belum turun, aturan turunannya,” kata Irwandy.
Berdasarkan data Badan Geologi Kementerian ESDM 2021, sumber daya bijih nikel mencapai 17,68 miliar ton dengan cadangan 5,24 miliar ton. Untuk sumber daya logam nikel mencapai 177 juta ton dengan cadangan 57 juta ton.
Baca Juga
Dengan besaran sumber daya dan cadangan tersebut, menurut Badan Geologi, umur cadangan nikel saprolite tinggal 15 tahun dan cadangan nikel limonite (kadar rendah) 34 tahun.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) Meidy Katrin Lengkey berharap terjadi pergeseran investasi pada sisi midstream pengolahan bijih nikel seiring dengan komitmen pemerintah untuk menyelesaikan kebijakan moratorium investasi baru pada pabrik pirometalurgi RKEF.
Meidy mengatakan, moratorium itu diharapkan dapat menarik minat investor untuk menanamkan modal mereka lebih intensif pada pembangunan pabrik hidrometalurgi yang mengolah lebih lanjut bijih nikel kadar rendah atau limonit menjadi baterai kendaraan listrik hingga panel surya.
“Sejak tahun lalu APNI minta moratorium pabrik teknologi RKEF tapi bagaimana kita mengundang investasi baru untuk pabrik hidrometalurgi karena masa depan ada di limonit, kita semua lagi green energy,” kata Meidy saat dihubungi, Minggu (20/11/2022).
Menurutnya, intensifikasi investasi pada pembangunan pabrik hidrometalurgi bakal menjamin keberlangsungan pasokan bahan baku dari tahap prekursor menuju baterai katoda yang saat ini masih minim.
Di sisi lain, dia mengatakan, moratorium pabrik berteknologi RKEF sebagai penghasil stainless steel ditargetkan dapat mengurangi permintaan pada saprolite atau bijih nikel kadar tinggi.
Alasannya, cadangan bijih nikel kadar tinggi itu hanya dapat bertahan 7 hingga 10 tahun. APNI memproyeksikan konsumsi saprolite tahun ini akan meningkat menjadi 150 juta ton dan akan terkerek hingga 400 juta ton pada 2026 mendatang.
“Kalau konsumsi 400 juta ton itu cadangan saprolite kita tidak cukup, maksimal pabrik stainless steel ini hanya bertahan 7 tahun,” tuturnya.