Menjawab kritikan Faisal, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memaparkan data penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dan pajak-pajak lain yang nilainya bertambah karena kebijakan hilirisasi nikel.
Berdasarkan data Kemenperin, saat ini tercatat sebanyak 34 smelter telah beroperasi dan 17 smelter dalam tahap konstruksi. Selama masa konstruksi, smelter telah menyerap produk lokal dan mempekerjakan sekitar 120.000 orang.
Adapun, nilai investasi pada sejumlah smelter seperti pyrometalurgi senilai US$11 miliar atau Rp165 triliun hingga tiga smelter hydrometalurgi senilai US$2,8 miliar atau Rp40 triliun yang akan memproduksi mixed hydro precipitate (MHP) sebagai bahan baku baterai.
Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Febri Hendri Antoni Arif mengatakan, masifnya investasi smelter akan mendorong pertumbuhan ekonomi di sejumlah daerah sehingga meningkatkan produk domestik regional bruto (PDRB). Dalam hal ini, lokasi smelter tersebar di Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Maluku Utara, dan Banten.
Dia mencontohkan, Sulawesi Tengggara sebagai produsen nikel terbesar di Indonesia mengalami pertumbuhan PDRB industri pengolahan sebesar 16,74 persen pada tahun 2022, yang sebagian besar disumbang oleh industri pengolahan nikel.
"Indikator ini sangat jelas menunjukkan bahwa benefit smelter memberi manfaat bagi ekonomi nasional, bukan untuk negara lain. Hadirnya PMA merupakan pengungkit investasi untuk pertumbuhan ekonomi nasional," kata Febri dalam siaran pers, Minggu (13/8/2023).
Baca Juga
Secara terperinci, Febri menerangkan, besaran multiplier effect smelter nikel dapat terlihat dari nilai tambah. Pihaknya telah menghitung nilai tambah yang dihasilkan dari bijih nikel hingga produk hilir meningkat jika diproses di dalam negeri.
Apabila nilai bijih (ore) nikel mentah dihargai US$30/ton, ketika menjadi nikel pig iron (NPI) harganya akan naik 3,3 kali mencapai US$90/ton, sedangkan bila menjadi feronikel, akan naik 6,76 kali atau setara US$203/ton.
Ketika hilirisasi berlanjut dengan menghasilkan nikel matte, maka nilai tambahnya juga akan naik menjadi 43,9 kali atau US$3.117/ton. Terlebih, sekarang Indonesia memiliki smelter yang menjadikan MHP sebagai bahan baku baterai dengan nilai tambah sekitar 120,94 kali (US$3.628/ton).
“Apalagi, jika ada ada pabrik baterai yang mengubah ore menjadi LiNiMnCo, maka nilai tambahnya bisa mencapai 642 kali lipat," tambahnya.
Menurutnya, hal tersebut akan menambah pemasukan PNBP dan pajak-pajak lain yang nilainya triliunan rupiah. Jika dilihat dari perolehan PNBP, sektor logam nikel juga mengalami kenaikan, terutama dari daerah-daerah penghasil nikel.
Tahun 2022, PNBP dari daerah penghasil nikel mencapai Rp10,8 triliun, meningkat dari 2021 yang sebesar Rp3,42 triliun. Total PNBP dari lima provinsi penghasil nikel mencapai Rp20,46 triliun sepanjang 2021 hingga triwulan II/2023.
Penghiliran Lebih Lanjut
Sementara itu, Komisi VII DPR RI meminta pemerintah untuk mulai menggeser fokus investasi hilirisasi mineral pada pabrik pengolahan lanjutan yang lebih bernilai tambah tinggi.
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Bambang Haryadi mengatakan, saat ini investasi pada sisi industri hulu, pabrik pengolahan dan pemurnian konsentrat atau smelter mineral logam sudah terbilang mapan. Menurut Bambang, pemerintah mesti melanjutkan investasi baru pada sisi yang lebih hilir.
“Karena sampai saat ini baru pengolahan awal ya, kita ingin ke depan nilai tambahnya lebih tinggi lagi,” kata Bambang saat ditemui di Kompleks DPR RI, Jakarta, Rabu (16/8/2023).
Di sisi lain, Bambang menerangkan, kebijakan hilirisasi yang telah diinisiasi pemerintah telah menghasilkan keuntungan yang terbilang tinggi untuk pertumbuhan ekonomi nasional dan daerah.
Dia berharap kebijakan hilirisasi itu dapat ditingkatkan untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi yang kian pesat beberapa tahun terakhir.
“Kami melihat secara langsung ke Morowali, ke Sulawesi Tenggara juga di sana luar biasa serapan tenaga kerjanya sangat tinggi, dampaknya sangat signifikan,” kata dia.