Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah dan parlemen belum sepakat ihwal bentuk badan usaha khusus atau BUK migas sebagai lembaga definif pengatur operasi hulu migas dalam pembahasan revisi Undang-Undang No.22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas).
Pembenahan payung hukum kegiatan hulu migas itu sudah lama stagnan dalam persidangan Komisi VII DPR RI dan perangkat badan legislasi (Baleg) bersama dengan Kementerian ESDM dan pemangku kepentingan terkait lainnya, seperti Indonesian Petroleum Association (IPA) dan Asosiasi Perusahaan Migas Nasional (Aspermigas).
“Kelembagaan belum tuntas, tapi kita punya opsi, yang kita sebut pro dan kontra [kepada Komisi VII],” kata Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Tutuka Ariadji saat ditemui di Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (9/8/2023).
Tutuka mengatakan, kementeriannya akan lebih fleksibel soal diskusi BUK yang menjadi usulan dari parlemen. Hanya saja, dia mengatakan, kementeriannya akan memberikan sejumlah pertimbangan ihwal dampak dari perubahan struktur badan pengatur hulu migas itu nantinya.
Dia menuturkan, belakangan terdapat usulan soal BUK tetap dipegang oleh Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) atau otoritas dikembalikan sepenuhnya kepada PT Pertamina (Persero), sebagai badan usaha milik negara di bidang migas.
Selain itu, dia menambahkan, diskusi juga mengarah pada alternatif ketiga untuk menggabungkan kelebihan dari kedua aspek kelembagaan pada SKK Migas dan BUMN.
Baca Juga
“Saya terbuka mana yang terbaik, kan bagi kami yang penting bukan kelembagaannya tapi bagaimana pelaksanaannya itu dengan baik, nah jadi kita harus tahu kalau milih ini akibatnya apa, nanti kita sampaikan,” kata dia.
Sebelumya, Komisi VII DPR RI menargetkan revisi UU Migas dapat rampung pada akhir tahun ini. Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eddy Soeparno mengatakan bahwa revisi UU Migas saat ini masih dalam pembahasan di Badan Legislasi (Baleg) DPR.
"Sekarang dalam pembahasan di Badan Legislasi, kami akan tunggu. Setelah kembali ke Baleg, nanti kami akan minta pandangan mini fraksi. Setelah itu, kami akan bawa ke rapat paripurna untuk persetujuan tahap pertama," ujar Eddy kepada Bisnis, dikutip Minggu (6/8/2023).
Menurut Eddy, substansi yang krusial dalam pembahasan revisi UU Migas, yakni mengenai bentuk lembaga definitif pengganti SKK Migas, telah disepakati oleh Komisi VII. Poin inilah yang akan menjadi pembahasan di Baleg.
"Pengganti SKK Migas nanti ada badan usaha khusus yang sudah kami sepakati dan ini saya kira akan dibicarakan di Baleg. Kami di Komisi VII semua sudah sepakat bentuk dari badan usaha khusus itu," kata Eddy.
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Migas Nasional (Aspermigas) Mustiko Saleh berharap bentukan BUK yang didorong dalam revisi undang-undang migas dapat dijalankan sepenuhnya oleh Pertamina.
Penetapan Pertamina sebagai BUK yang mengurusi hulu migas diproyeksikan dapat memangkas alur perizinan dan ongkos yang panjang pada model kelembagaan SKK Migas saat ini.
“SKK Migas kira kira mau di BUK-kan, tapi jangan SKK Migas dong kan sudah ada Pertamina yang siap,” kata Mustiko saat ditemui Bisnis selepas rapat tertutup pembahasan revisi UU Migas di Komisi VII DPR, Jakarta, 14 Februari 2023 lalu.
Lewat Pertamina yang mengambil bentuk mirip Biro Koordinasi Kontraktor Asing (BKKA), Mustiko mengatakan, kerja sama dengan investor potensial dapat dilakukan dengan lebih fleksibel lewat kontrak jasa. Hal itu dianggap dapat membantu efisiensi dalam investasi.
“Semuanya itu kontrak jasa, bayarnya pakai pembagian produksi,” tuturnya.