Bisnis.com, JAKARTA - Neraca perdagangan China diproyeksi turun tipis pada Juli 2023, didorong oleh ekspor yang diperkirakan terkontraksi, lantaran Negeri Panda tersebut merasakan dampak dari menurunnya daya beli akibat inflasi yang tinggi dan kenaikan suku bunga.
Melansir Reuters, Senin (7/8/2023), rata-rata dari 28 ekonom dalam survei memperkirakan neraca dagang mencapai US$70,60 miliar atau sekitar Rp1 kuadriliun, turun tipis dibandingkan dengan US$70,62 miliar pada Juni 2023.
Sementara itu, ekspor China diperkirakan menunjukan penurunan sebesar 12,5 persen pada Juli 2023 dari tahun sebelumnya (year-on-year/yoy).
Sementara itu, impor juga diperkirakan menyusut sebesar 5,0 persen, setelah mengalami penurunan sebesar 6,8 persen pada Juni 2023. Data ini mencerminkan permintaan domestik yang sedikit membaik.
Sebelumnya, aktivitas manufaktur China turun untuk bulan keempat berturut-turut di bulan Juli 2023. Hal ini mengancam prospek pertumbuhan untuk kuartal III/2023.
Tak hanya itu, penurunan tersebut juga dapat memberi tekanan kepada para pejabat untuk memberikan langkah-langkah kebijakan yang dijanjikan untuk meningkatkan permintaan domestik, yang mengakibatkan sektor jasa dan konstruksi tertatih-tatih di ambang kontraksi.
Baca Juga
Sebelumnya, Komisi Pembangunan dan Reformasi Nasional (NDRC) pekan lalu mengisyaratkan stimulus, namun keputusan tersebut belum membuat investor puas.
Proposal yang membuat para investor tidak puas adalah proposal untuk memperluas konsumsi di sektor mobil, real estat dan jasa, serta memperpanjang dukungan pinjaman untuk Usaha Kecil dan Menengah hingga akhir 2024.
Pasar utama China sendiri berjuang dengan lonjakan suku bunga di tengah peperangan dalam menurunkan inflasi yang melonjak.
Akibat hal tersebut, pemerintah China kemudian berusaha keras untuk meningkatkan konsumsi domestik tanpa terlalu banyak melonggarkan kebijakan moneter agar tidak memicu arus keluar modal yang besar.