Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Keuangan mencatat realisasi pembiayaan utang pemerintah pada semester I/2023 mencapai Rp166,5 triliun atau baru 23,9 persen dari target Rp696,3 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa realisasi pembiayaan utang yang rendah tersebut didukung oleh ABPN yang masih mencatatkan surplus hingga Juni 2023.
“Karena penerimaan negara sangat kuat dan kita tetap menjaga disiplin fiskal, sampai dengan semester I/2023, pembiayaan utang hanya terealisasi Rp166,5 triliun. Padahal, total pembiayaan utang tahun ini seharusnya Rp696,3 triliun,” katanya dalam konferensi pers, Senin (24/7/2023).
Hingga Juni 2023, APBN mencatatkan surplus sebesar Rp152,3 triliun atau 0,71 persen dari PDB dengan keseimbangan primer yang positif sebesar Rp368,2 triliun.
Jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu, realisasi pembiayaan utang pada semester I/2023 mengalami penurunan sebesar 15,4 persen.
“Tahun lalu saja sebenarnya sudah mengalami penurunan, inilah yang selalu saya sampaikan APBN indonesia mengalami penyehatan dan konsolidasi yang luar biasa cepat dan kuat, tanpa mempengaruhi kinerja perekonomian kita yang tetap mengalami pemulihan dan menjaga pertumbuhan,” jelasnya.
Baca Juga
Sri Mulyani mengatakan bahwa tren tersebut perlu terus dijaga karena situasi global saat ini yang masih cenderung dinamis, terutama dengan kondisi kenaikan suku bunga dan volatilitas yang tinggi.
“Oleh karena itu, eksposur terhadap pembiayaan utang harus terus dijaga pada level yang aman dan inilah bentuk konkret untuk mengamankan, yaitu dengan menurunkan pembiayaan utang dan menjaga agar APBN kita defisitnya dalam posisi yang bisa dibiayai secara aman dan affordable,” katanya.
Tercatat, pembiayaan utang melalui penerbitan Surat berharga Negara (SBN) pada semester I/2023 sebesar Rp157,9 triliun, turun 15,4 persen secara tahunan.
Sejalan dengan itu penarikan pinjaman juga baru terealisasi sebesar Rp8,6 trilin, turun signifikan 39,5 persen secara tahunan.
“Ini yang menyebabkan Indonesia terus mendapatkan asesmen positif dari credit rating, termasuk dalam hal ini outlook dari Indonesia credit rating yang dianggap stabil dalam suasana global yang semuanya cenderung negatif dan melemah,” tutur Sri Mulyani.